BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Psikologi abnormal kadang-kadang
disebut juga psikopatologi. Dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan istilah
Abnormal Psychology. Yang dimaksud
dengan psikologi abnormal adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang membahas
deskripsi, penyebab dan penanganan pola perilaku abnormal berupa gangguan mental dan gangguan
psikologis. Psikologi abnormal mencakup sudut pandang yang lebih luas tentang
perilaku abnormal dibandingkan studi tentang gangguan mental (psikologis)
Perilaku ini tampaknya tidak terlalu banyak mendapatkan perhatian di karenakan
hanya sedikit orang dari keseluruhan populasi yang pernah dirujuk ke rumah
sakit jiwa. Namun kenyataannya, perilaku abnormal mempengaruhi hampir setiap
orang dalam berbagai cara. Secara umum gangguan psikologis disebabkan oleh
masalah social individu dan paling banyak dialami oleh orang-orang yang berusia
antara 25 – 32 tahun dan menurun seiring dengan bertambahnya usia.
1.2
Rumusan Masalah
Ø Mengetahui
pengertian psikologi abnormal
Ø Mengetahui
sejarah perilaku abnormal
Ø Mengetahui
cirri-ciri perilaku abnormal
Ø Macam-macam
kepribadian abnormal
Ø Jenis
Perilaku Abnormal
1.3 Sumber Data
Sumber data dalam penyusunan
makalah ini diambil dari buku dan internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Psikologi
abnormal kadang-kadang disebut juga psikopatologi. Dalam bahasa Inggris
dinyatakan dengan istilah Abnormal Psychology. Beberapa pengertian psikologi
abnormal menurut para ahli antaralain sebagai berikut :
Menurut Singgih Dirgagunarsa (1999: 140) mendefinisikan
psikologi abnormal sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan
atau hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan.
Menurut Kartini Kartono (2000: 25),
psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala
bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa.
Psikologi
Abnormal menurut Kuntjojo, M.Pd adalah Psikologi
abnormal berhubungan dengan psikiatri karena keduanya mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan gangguan dan juga penyakit jiwa. Namun pada psikologi
abnormal usaha tersebut tidak sampai pada penyembuhan dan rehabilitasi,
terlebih lagi bagi penderita psikosis
Dari
ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Psikologi abnormal adalah
salah satu cabang ilmu psikologi (khusus) dan yang dibahas dalam
psikologi abnormal adalah segala bentuk gangguan mental atau kelainan
jiwa baik yang menyangkut isi (mengenai apa saja yang mengalami kelainan)
maupun proses (mengenai faktor penyebab, manifestasi, dan akibat dari gangguan
tersebut.
2.2 SEJARAH PERILAKU ABNORMAL
a. Masa Demonologi Awal
Berlaku pandangan bahwa makhluk
jahat dapat menempati seseorang dan mengendalikannya sehingga seseorang
mengalami sakit jiwa. Exorcism adalah pengusiran roh jahat dengan ritual
seperti doa, suara gaduh, dipaksa minum cairan yang tidak enak, membuat
menderita supaya roh jahatnya pergi.
b. Masa Somatogenesis
Menurut Hipocrates, penyakit
jiwa disebabkan karena gangguan (kelainan) pada jasmani. Otak sebagai organ
kesadaran berisi kehidupan intelek dan intuisi sehingga kalau perilaku
(pikiran) seseorang menyimpang, berarti ada patologi di otak.
Hipocrates mengklasifikasikan gangguan mental
menjadi tiga golongan, Yaitu mania, melancholia, phlegmatic.
Hipocrates juga menyatakan bahwa fungsi otak
yang normal serta kesehatan mental bergantung pada keseimbangan empat cairan
tubuh:
·
Darah, jika tidak seimbang akan menyebabkan tempramen mudah
berubah.
·
Empedu Hitam, jika tidak seimbang akan menyebabkan
melancholia.
·
Empedu Kuning, jika tidak seimbang akan menyebabkan cemas
dan mudah tersinggung.
·
Phlegma atau lendir, jika tidak seimbang akan menyebabkan
seseorang menjadi lambat dan bodoh.
c. Masa Orang Sakit Jiwa Dianggap
Sebagai Tukang Sihir
Pada abad ke 13 di Eropa sedang
berjangkit wabah dan masyarakat mencari kambing hitam yaitu “tukang sihir”
sebagai penyebabnya sehingga mereka dianiaya bahkan dibunuh.
d. Masa Perkembangan Asylum
Di Eropa sebelum abad ke 19, berjangkit
wabah lepra. Penderita lepra ditempatkan di “leprosium”, setelah wabah
berhenti, tempat tersebut menjadi kosong lalu diubah menjadi “asylum”, yaitu
rumah penampungan penderita sakit jiwa.
Benjamin Rush (1745-1813). Bapak psikiater
Amerika ini menyatakan bahwa gangguan jiwa disebabkan terlalu banyak darah,
maka secara periodik darah penderita “di kop”.
e. Masa Moral Treatment
Ditandai oleh perlakuan yang lebih
moralis atau humanistik terhadap penderita gangguan jiwa.
Philippe
Pinel (1745-1826)
adalah tokoh dalam gerakan perlakuan yang manusiawi terhadap pasien penyakit
jiwa di asylum saat revolusi Perancis. Pinel membuka rantai-rantai besi pasien
di Rumah Sakit Jiwa La Bicerte (asylum besar di Paris).
William
Tuke (1732-1822). Mendirikan Rumah Sakit
Jiwa York Retreat di Inggris. Ia memberikan suasana sepi, religius, memberikan
pekerjaan di kebun, istirahat dan bercakap-cakap dengan perawat kepada pasien
jiwa.
f. Masa Mulainya Pemikiran Baru
Somatogenesis Wilhelm Griessinger. Seorang
dokter Jerman yang menyatakan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh sebab fisik,
sesuai pandangan Somatogenesi Hipocrates.
Emil Kraeplin. Pada tahun 1883, Ia membuat
klasifikasi tentang sifat-sifat organik dari gangguan jiwa. Menurutnya, pada
penyakit jiwa ada kecenderungan sekelompok simptom. Setiap penyakit jiwa
berbeda satu sama lain dalam hal asal usul, simptom, perjalanan penyakit dan
akibatnya.
Kraeplin membagi dua golongan besar
penyakit jiwa:
· Dementia Praecox atau schizophrenia
karena ketidakseimbangan kimia
· Psikosis Manik Depresif karena
ketidakseimbangan metabolism
· Psikogenesis. Di Eropa Barat, terutama Perancis
dan Austria pada akhir abad 18-19, gangguan jiwa dianggap karena kerusakan
fungsi psikologis dan waktu itu di Eropa banyak gangguan histerical atau histeria
(sekarang disebut gangguan konversi). Mereka menderita ketidakmampuan fisik
seperti buta atau lumpuh tanpa sebab kerusakan anatomis.
Anton Mezmer. Seorang dokter Austria yang
berpendapat bahwa gangguan histeria disebabkan distribusi cairan magnetisme
binatang dalam tubuh.
Marti Charcot. Seorang neurolog Prancis
menyatakan bahwa histeria disebabkan oleh psikologis.
Joseph Breur. Seorang dokter Vienna menghipnotis
orang yang terkena histeria serta membiarkan pasien melakukan katarsis.
2.3 CIRI-CIRI PERILAKU
ABNORMAL
Beberapa
kriteria yang dimaksud adalah penyimpangan dari norma statistik, penyimpangan
dari norma-norma sosial, gejala "salah suai" (malajudgement),
tekanan batin, dan ketidakmatangan.
1.
Penyimpangan dari norma-norma statistik
Abnormal adalah setiap hal yang luar
biasa, tidak lazim, atau secara harfiah yang menyimpang dari norma. hampir
setiap kepribadian tersebar dalam populasi orang mengikuti kurva normal yang
bentuknya mirip genta/lonceng, di mana dua pertiga dari jumlah kasus terletak
pada sepertiga dari keseluruhan bidang yang mewakili populasi tersebut.
kriteria ini cocok diterapkan untuk sifat kepribadian tertentu seperti sifat
agresif, di mana makin jauh dari nilai rata-rata baik ke arah kiri maupun kanan
kita temukan orang-orang dengan tingkat agresifitas ekstrem (rendah atau
tinggi), yang dua-duanya berkonotasi negatif. sebaliknya kriteria ini tidak
cocok untuk sifat-sifat kepribadian lain, seperti inte;egensi sebab kendati
sama-sama abnormal namun genius (ektrem tinggi) jelas mempunyai nilai positif,
sedangkan sifat idiot (ekstrem rendah) punya nilai negatif.
2.
Penyimpangan dari norma-norma social.
Menurut kriteria ini, abnormal
diartikan sebagai non konformitas, yaitu sifat tidak patuh atau tidak sejalan
dengan norma sosial. inilah yang disebut relativisme budaya bahwa apa saja yang
umum atau lazim dalah normal. kendati tidak selalu sepakat, namun patokan
semacam ini sering berlaku dalam masyarakat. patokan ini didasarkan pada dua
pengandaian yang patut diragukan kebenarannya. pertama aalah apa yang dinaliali
tinggi dan dilakukan oleh mayoritas selalu baik dan benar. kedua bahwa
perbuatan individu yang sejalan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku
selalu menunjang kepentingan individu itu sendiri maupun kepentingan kelompok atau masyarakat.
1.
Gejala "salah suai" (malajudgement)
abnormalitas dipandang sebagai
ketidakefektifan individu dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau
melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang
bersumber dari kebutuhannya sendiri. Kriteria semacam ini jelas bersifat
negatif, artinya tidak memperhitungkan fakta bahwa seorang individu dapat
berpenyesuaian baik (well adjusted) tanpa memanfaatkan dan
mengembangkan kemampuan-kemampuannya. tidak sedikit orang yang secara umum
disebut "berhasil" dalam menjalani hidup ini, adalam arti hidup
"lumrah baik" namun sebagai pribadi tidak pernah berkembang secara
maksimal optimal.
2.
Tekanan Batin
Abnormalitas dipandang sebagai
perasaan-perasaan cemas, depresi atau sedih atau perasaan bersalah yang
mendalam. namun, ini bukan patokan yang baik untuk membedakan perilaku normal
dari yang abnormal atau sebaliknya. Tekanan batin yang kronik seperti tak
berkesudahan mungkin memang merupakn indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
sebaliknya sangat normal bila orang merasa sedih atau tertekan manakala
mengalami musibah, kekecewaan dan ketidakadilan. Ketabahan memang merupakan
suatu indikator kemasakan menghadpi bencana, namun dalam keadaan biasa wajar
misalnya, akan terkesan aneh apabila seseorang merasa gembira menghadapi
kematian otang yang terkasih.
3.
Ketidakmatangan
Seseorang dikatakan abnormal apabila
perilakunya tidak sesuai dengan tingkat usianya, dan tidak sesuai dengan
situasinya. misalnya sering sulit menemukan patokan tentang kepantasan dan
kematangan. Colemen, Butcher dan Crason (1980) dengan tetap menyadari
kekurangannya akhirnya menggunakan dua kriteria yaitu abnormalitas sebagai
penyimpangan dari norma-norma masyarakat dan abnormalitas dalam arti apa saja
yang bersifat maladaptif. yang terakhir berati apa saja yang tidak menunjang
kesejahteraan sang individu sehingga pada akhirnya juga tidak menunjang
kemaslahatan masyarakat. kesejahteraaan atau kemaslahatan masyarakat meliputi
baik kemampuan bertahan maupun perkembangan-pencapaian pemenuhan diri atau
aktualisasi dari berbagai kemampuan yang dimiliki.
Jadi
definisi dan ciri-ciri Perilaku abnormal adalah perilaku yang dilakukan di luar
batas wajar orang lain pada umumnya (ektrem kiri maupun kanan), menyimpang dari
norma sosial atau tata aturan dalam hidup berkelompok sosial (masyarakat),
kurang berhasilnya memanfaatkan kemampuan diri individu itu sendiri dalam
menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari
lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya sendiri,
seseorang yang mengalami tekanan batin yang kronik mengindikasikan bahwa ada
sesuatu yang tidak beres, dan tingkat kematangan seseorang yang tidak sesuai
dengan tingkat usianya yang sepantasnya tidak dilakukan.
2.4 MACAM-MACAM KEPRIBADIAN ABNORMAL
1. Psikopat
Disebut juga sosiopat, adalah
kelainan perilaku yang berbentuk antisosial yaitu yang tidak mempedulikan norma
– norma sosial .
2.
Kelainan Sexsual
Ada
2 macam kelainan tingkah laku sexual yaitu :
a. Kelainan pada obyek Cara seseorang
memuaskan dorongan sexualnya normal, tetapi obyek yang dijadikan sasaran
pemuasan lain dari biasanya.
·
Homosex :Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan sesama
jenis ( pria )
·
Lesbian:Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan sesama
jenis (wanita )
Pedofilia : Obyek pemuasan seksual adalah pada anak yang belum akil baligh
·
Fetisisme : Obyek pemuasan seksual adalah dengan benda mati
seperti pakaian dalam, rambut.
·
Nekrofilia : Obyek pemuasan seksual adalah dengan mayat
·
Bestiality : Obyek pemuasan seksual adalah dengan binatang
·
Gerontoseksualitas : Obyek pemuasan seksual adalah dengan
seseorang yang berusia lanjut
·
Incest : Obyek pemuasan seksual dengan sesama anggota
keluarga yang tidak diperbolehkan melakukan pernikahan.
b. Kelainan pada cara Obyek pemuasan
seksual tetap lawan jenis, tetapi dengan cara yang tidak biasa, contoh :
·
Ekshibisionis : Cara pemuasan seksual dengan memperlihatkan
genetalianya kepada orang lain yang tidak dikenalnya
·
Voyeuris :Cara pemuasan seksual dengan melihat/ mengintip
orang telanjang
·
Sadisme : Cara pemuasan seksual dengan menyakiti secara
fisik dan psikologis obyek seksualnya
·
Masokisme : Cara pemuasan seksual dengan menyiksa diri
sendiri
·
Frottage : Cara pemuasan seksual dengan meraba orang yang
disenangi tanpa diketahui oleh korbannya
3.
Psikoneurosis
Kumpulan reaksi psikis dengan ciri
spesifik kecemasan dan diekspresikan secara tidak sadar dengan menggunakan
mekanisme pertahanan diri, contoh :
·
Fugue : Bentuk gangguan mental disertai keinginan kuat untuk
mengembara atau meninggalkan rumah karena amnesia
·
Somnabulisme : Keadaan tidur sambil berjalan dan melakukan
suatu perbuatan
·
Multiple personality : Kepribadian ganda
Fobia : Ketakutan
yang tiada sebab, irasional dan tidak logis walaupun sebenarnya tidak ada
alasan untuk takut
·
Obsesi : Ide kuat yang bersifat terus menerus melekat dalam
pikiran dan tidak mau hilang serta sering irasional
·
Histeria : Gangguan mental yang ditandai dengan perilaku
yang cenderung dramatis, emosional dan reaksi berlebihan
·
Hipokondria : Kondisi kecemasan yang kronis, pasien selalu
merasakan ketakutan yang patologis tentang kesehatan sendiri
4.
Psikosis
Disebut dengan kelainan kepribadian yang besar (Psychosis
Mayor) karena seluruh kepribadian orang yang bersangkutan terkena dan orang
tersebut tidak dapat lagi hidup dan bergaul normal dengan orang di sekitarnya.
Jenis–jenis Psikosis antara lian :
a. Psikosis Fungsional
· Skizophrenia : Terjadi perpecahan
kepribadian, antara pikiran, perasaan dan perbuatan berjalan sendiri-sendiri
Contoh : Seseorang bercerita tentang
anaknya yang meninggal terlindasn kereta api (pikiran) sambil tertawa
(perasaan) dan menari-nari (perbuatan)
· Paranoid : Sering merasa cemburu,
curiga, dendam, iri hati kepada orang lain yang sifatnya irasional
· Psikosis manis depresif : Gangguan
mental serius yang ditandai dengan perubahan emosi sepertin
menjadi sangat gembira dan tidak lama kemudian menjadi sangat sedih.
b. Psikosis Organik
Faktor penyebabnya adalah kelainan
pada tubuh atau fungsi anggota tubuh. Contoh: karena usia tua terjadi
penyempitan pembuluh darah sehingga menyebabkan individu tersebut sering marah.
2.5 Jenis Perilaku Abnormal
A. Autisme
Autisme
adalah merupakan ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak
normal, kemampuan komunikasi yang
sangat kurang, pola kesukaan,
terbatasnya kemampuan bahasa, kemampuan
motorik yang terganggu, tidak menyukai perubahan dalam lingkungan.
Autisme adalah sala satu gangguan masa anak-anak yang paling berat.
Gejala :
1. Tidak bisa menguasai bahasa
2. Sangat lambat dalam penguasaan bahasa.
3. Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata.
4. Mata yang tidak jernih.
5. Tidak suka melihat mata orang lain.
6. Mempunyai dunia sendiri.
7. Hanya suka akan mainannya sendiri.
8. Tidak suka berbicara dengan orang lain.
9. Menyendiri.
Pencegahannya :
1. Terapi keluarga.
2. Terapi wicara.
3. Terapi perilaku.
B. Fobia
Fobia adalah rasa
takut yang berlebihan terhadap objek atau situasi
secara terus-menerus dan rasa takut ini tidak sebanding dengan
ancamannya. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat
kehidupan orang yang mengidapnya.
Gejala :
1. Perasaan
cemas.
2. Perasaan
panic.
3. Gemetar
disertai napas yang tersengal-sengal.
4. Takut
berada diketinggian.
5. Takut
berada ditempat terbuka.
6. Takut
ditempat tertutup.
7. Takut
melihat darah.
8. Takut
berada sendirian disuatu tempat.
9. Takut
pada kegelapan.
10. Takut
melihat api.
11. Takut
pada binatang, khususnya hanya jenis binatang tertentu.
Pencegahannya :
1. Terapi kognitif
2. Terapi psikodinamika
C.
Bulimia Nervosa
Bulimia
nervosa adalah suatu gangguan makan yang memiliki karakteristik makan berlebihan yang berulang diikuti oleh pembangkitan keinginan untuk memuntahkan
kembali, diikuti oleh perhatian
yang berlebihan terhadap berat badan dan bentuk tubuh. Penyakit ini
banyak menimpah para wanita muda
karena ketidakpuasan terhadapa tubuhnya sendiri.
Gejala :
1. Perasaan cemas.
2. Perasaan panik.
3. Memakan makanan dalam jumlah besar.
4. Kehilangan kontrol terhadap pemasukkan makanan dalam tubuh.
5. Membangkitkan rasa ingin muntah.
6. Penyalagunaan obat pencahar.
7. Melakukan puasa/latihan berlebihan.
8. Perhatian berlebihan pada bentuk tubuh
9. Perhatian berlebihan pada berat badan.
Pencegahannya :
1. Terapi
kognitif-behavioral.
D. Parafilia
Parafilia
adalah gangguan seksual dimana
seseorang mengalami dorongan
seksual yang berulang dan fantasi yang melibatkan objek bukan manusia,
atau pasangan yang tidak tepat
atau tanpa persetujuan, atau situasi yang menyakitkan atau
merendahkan.
Parafilia ini banyak
terjadi pada laki-laki.
Gejala :
1. Menunjukan alat kelamin pada orang yang
tidak dikenal.
2. Cenderung pemalu.
3. Memakai pakaian lawan jenis.
4. Mencium objek bukan manusia (bra, celana
dalam, stoking).
5. Mengintip orang yang sedang tidak
berpakaian.
6. Menyentu tubuh orang tanpa izin.
7. Tertarik kepada anak-anak.
8. Terangsang jika disakiti saat berhubungan
seksual.
9. Terangsang jika menyakiti saat berhubungan
seksual.
10. Melibatkan kontak
seksual dengan mayat.
11. Melibatkan kontak
sesual dengan binatang.
Pencegahannya :
1. Terapi perilaku.
2. Terapi kognitif-behavioral.
E. Schizofrenia
Schizofrenia
merupakan gangguan psikologi yang paling berhubungan dengan pandangan tentang gila atau sakit.
Hal ini sering menimbulakn rasa takut, kesalapahaman dan penghukuman bukannya
simpati dan perhatian. Skhizofrenia
menyerang jati diri
seseorang, memutus hubungan yang erat
antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu,
ide yang salah, konsepsi yang tidak logis.
Gejala :
1. Menarik diri dari masyarakat.
2. Menyendiri.
3. Mata yang tidak jernih.
4. Mata yang tidak bersinar.
5. Selalu berhalusinasi.
6. Berpikir yang tidak logis.
7. Pembicaraan yang tidak terorganisasi.
8. Berbicara dengan nada datar.
9. Kurang dalam memusatkan perhatian.
Pencegahannya :
1. Terapi psikodinamika.
Pada umumnya ada beberapa pendekatan
yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang termasuk kedalam kategori
sehat secara mental ataukah tidak.
a. Pendekatan Statistik
Pendekatan ini beranggapan bahwa orang yang
sehat secara mental/normal adalah orang yang melakukan tingkah laku yang
umumnya dilakukan oleh banyak orang lainnya. Atau dengan kata lain, suatu
tingkah laku disebut sehat bila tingkah laku tersebut memiliki frekuensi
kemunculan yang tinggi dalam populasi. Sebaliknya, orang yang bertingkah laku
tidak seperti tingkah laku kebanyakan orang dianggap sebagai orang yang tidak
normal atau tidak sehat.
Sepintas pendekatan ini terlihat benar,
namun bila difikirkan secara mendalam, tampak beberapa kelemahannya. Ada
tingkah laku yang jarang dimilki oleh orang kebanyakan tapi tetap dianggap
normal atau sehat. Misalnya mampu berbicara dalam 5 bahasa. Jarang ada orang
yang memiliki kemampuan tersebut, namun orang yang memilikinya dianggap sebagai
normal. Atau misalnya orang yang mampu berjalan diatas api tanpa terbakar,
tetap dianggap sebagai orang yang sehat atu normal.
Sebaliknya, ada tingkah laku yang sebenarnya tidak sehat tetapi dilakukan oleh
banyak orang. Misalnya merokok, tingkah laku merokok tergolong kedalam tingkah
laku tidak sehat atau tidak normal, namun dilakukan oleh banyak orang.
b. Pendekatan Normatif
Pendekatan ini melihat orang secara
sehat mental apakah tingkah laku orang tersebut menyimpang dari norma sosial
yang berlaku dimasyarakat ataukah tidak. Tolak ukur yang dipakai dalam
pendekatan ini adalah norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Orang yang mampu menyesuaikan diri dengan norma masyarakatnya dianggap sebagai
orang yang memiliki kesehatan mental yang baik. Sementara orang yang tidak
mampu menyesuaikan diri dengan norma sekitarnya dianggap memiliki kesehatan
mental yang buruk.
Pendekatan ini pun memiliki kelemahan,
ada tingkah laku yang sebetulnya menyimpang dari norma yang ada tetapi dianggap
sebagai normal. Misalnya tingkah laku homoseksual. Masyarakat barat sekarang
ini menganggap prilaku homoseksul bukan lagi dikategorikan sebagai penyimpangan
seks. Prilaku korupsi yang terjadi dinegara kita pada semua lapisan birokrasi,
sekarang ini dianggap sebagai prilaku yang normal. Sebaliknya, orang yang tetap
berusaha berprilaku jujur malah dianggap sebagai orang yang tidak normal dan
bahkan “tidak sehat”.
c. Pendekatan Distress Subjektif
Pendekatan ini beranggapan orang
dianggap normal atau sehat bila dia merasa sehat atau tidak ada persoalan dan tekanan
yang menggangunya.
Kelemahan pendekatan ini adalah karena
menekankan pada subjektifitas individu mengakibatkan tidak ada ukuran yang
pasti sehingga semuanya menjadi serba relatif. Tergantung situasi yang
dihadapi. Contohnya bila orang tiba-tiba berbicara terus menerus tanpa
diketahui arti dimuka umum, maka dia dianggap sedang sakit atau terganggu dan
tidak normal. Namun bila prilaku tersebut dimunculkan pada suatu ritual
keagamaan, prilaku tersebut dianggap wajar dan normal.
d. Pendekatan Fungsi/Peranan Sosial
Pendekatan ini melihat normal atau sehat
tidaknya seseorang berdasarkan mampu atau tidaknya orang tersebut menjalankan
kegiatan hariannya. Orang dianggap sehat atau normal bila dia mampu menjalankan
fungsi dan peranannya dalam masyarakat dan tidak mengalami gangguan dalam
menjalankan tugas-tugas harioannya.
Kelemahan pendekatan ini adalah tidak
semua orang bisa dikatakan normal meskipun dia mampu menjalankan fungsi dan
perannya. Misalnya penderita gangguan bipolar (manis depresif). Pada saat orang
yang bersangkutan mengalami episode mania, dia mungkin menjadi bersemangat dan
mampu melakukan berbagai aktifitas dengan baik, padahal sebenarnya ia sedang
terganggu.
e. Pendekatan Interpersonal
Pendekatan ini melihat normal atau sehat
tidaknya seseorang atau apakah orang tersebut mampu menyesuaikan diri dilihat
berdasarkan kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan yang interpersonal
dengan orang lain. Menurut pendekatan in, orang dikatakan sehat dan mampu
menyesuaikan diri dengan dengan baik bila dia mampu menjalin relasi dengan
orang lain dan tidak menarik diri dari orang lain.
Pendekatan ini pun memiliki kelemahan.
Tidak selalu orang yang menyendiri itu tidak sehat atau tidak normal dan tidak
mampu menyesuaiklan diri. Terkadang kesendirian itu penting supaya orang mampu
menahani diri sendiri dengan lebih baik atau juga sebagai kesempatan untuk
memulihkan diri. Juga tidak selalu orang yang mampu menjalin relasi dengan
orang lain merupakan orang yang sehat. Misalnya bagi individu yang mengalami
gangguan siklotimia, yaitu gangguan semacam manis depresi tetapi yang ayunan
suasana perasaan tidak ekstrim. Penderitanya biasanya tidak bisa terpisah dari
orang lain, baik episode hipomania maupun pada episode overaktif. Hal ini
terutama disebabkan karena energi mereka berklaitan dengan lingkungannya.
Berbagai pendekatan diatas menunjukkan kesulitan yang muncul untuk memberi arti
apa yang dimaksud dengan sehat secara mental. Kesehatan mental tidak hanya
sekedar dipahami sebagai kemampuan untuk tahan dalam kondisi tekanan (setres)
yang tinggi. Kesehatan mental juga tidak bisa dipahami hanya sebagai kemampuan
untuk melakukan penyesuaian siri yang baik saja. Banyak orang yang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan tapi mereka belum bisa dikatan sehat secara
mental. (Siswanto, 2007)