Kamis, 05 April 2012

abnormalitas

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1              Latar Belakang

Psikologi abnormal kadang-kadang disebut juga psikopatologi. Dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan istilah Abnormal Psychology. Yang dimaksud dengan psikologi abnormal adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang membahas deskripsi, penyebab dan penanganan pola perilaku  abnormal berupa gangguan mental dan gangguan psikologis. Psikologi abnormal mencakup sudut pandang yang lebih luas tentang perilaku abnormal dibandingkan studi tentang gangguan mental (psikologis) Perilaku ini tampaknya tidak terlalu banyak mendapatkan perhatian di karenakan hanya sedikit orang dari keseluruhan populasi yang pernah dirujuk ke rumah sakit jiwa. Namun kenyataannya, perilaku abnormal mempengaruhi hampir setiap orang dalam berbagai cara. Secara umum gangguan psikologis disebabkan oleh masalah social individu dan paling banyak dialami oleh orang-orang yang berusia antara 25 – 32 tahun dan menurun seiring dengan bertambahnya usia.

1.2 Rumusan Masalah

Ø  Mengetahui pengertian psikologi abnormal

Ø  Mengetahui sejarah perilaku abnormal

Ø  Mengetahui cirri-ciri perilaku abnormal

Ø  Macam-macam kepribadian abnormal

Ø  Jenis Perilaku Abnormal

1.3  Sumber Data     

Sumber data dalam penyusunan makalah ini diambil dari buku dan internet.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 PENGERTIAN

Psikologi abnormal kadang-kadang disebut juga psikopatologi. Dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan istilah Abnormal Psychology. Beberapa pengertian psikologi abnormal menurut para ahli antaralain sebagai berikut :

 Menurut Singgih Dirgagunarsa (1999: 140) mendefinisikan psikologi abnormal sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan.

Menurut Kartini Kartono (2000: 25), psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa.

Psikologi Abnormal menurut Kuntjojo, M.Pd adalah Psikologi abnormal berhubungan dengan psikiatri karena keduanya mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan gangguan dan juga penyakit jiwa. Namun pada psikologi abnormal usaha tersebut tidak sampai pada penyembuhan dan rehabilitasi, terlebih lagi bagi penderita psikosis

Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Psikologi abnormal adalah salah satu cabang ilmu psikologi  (khusus) dan yang dibahas dalam psikologi abnormal adalah segala bentuk gangguan  mental atau kelainan jiwa baik yang menyangkut isi (mengenai apa saja yang mengalami kelainan) maupun proses (mengenai faktor penyebab, manifestasi, dan akibat dari gangguan tersebut.

 

2.2 SEJARAH PERILAKU ABNORMAL                                  

a. Masa Demonologi Awal

Berlaku pandangan bahwa makhluk jahat dapat menempati seseorang dan mengendalikannya sehingga seseorang mengalami sakit jiwa. Exorcism adalah pengusiran roh jahat dengan ritual seperti doa, suara gaduh, dipaksa minum cairan yang tidak enak, membuat menderita supaya roh jahatnya pergi.

 

b.  Masa Somatogenesis

Menurut Hipocrates, penyakit jiwa disebabkan karena gangguan (kelainan) pada jasmani. Otak sebagai organ kesadaran berisi kehidupan intelek dan intuisi sehingga kalau perilaku (pikiran) seseorang menyimpang, berarti ada patologi di otak.

Hipocrates mengklasifikasikan gangguan mental menjadi tiga golongan, Yaitu mania, melancholia, phlegmatic.

Hipocrates juga menyatakan bahwa fungsi otak yang normal serta kesehatan mental bergantung pada keseimbangan empat cairan tubuh:

·         Darah, jika tidak seimbang akan menyebabkan tempramen mudah berubah.

·         Empedu Hitam, jika tidak seimbang akan menyebabkan melancholia.

·         Empedu Kuning, jika tidak seimbang akan menyebabkan cemas dan mudah tersinggung.

·         Phlegma atau lendir, jika tidak seimbang akan menyebabkan seseorang menjadi lambat dan bodoh.

c. Masa Orang Sakit Jiwa Dianggap Sebagai Tukang Sihir

Pada abad ke 13 di Eropa sedang berjangkit wabah dan masyarakat mencari kambing hitam yaitu “tukang sihir” sebagai penyebabnya sehingga mereka dianiaya bahkan dibunuh.

d. Masa Perkembangan Asylum

Di Eropa sebelum abad ke 19, berjangkit wabah lepra. Penderita lepra ditempatkan di “leprosium”, setelah wabah berhenti, tempat tersebut menjadi kosong lalu diubah menjadi “asylum”, yaitu rumah penampungan penderita sakit jiwa.

Benjamin Rush (1745-1813). Bapak psikiater Amerika ini menyatakan bahwa gangguan jiwa disebabkan terlalu banyak darah, maka secara periodik darah penderita “di kop”.

 

e. Masa Moral Treatment

Ditandai oleh perlakuan yang lebih moralis atau humanistik terhadap penderita gangguan jiwa.

Philippe Pinel (1745-1826) adalah tokoh dalam gerakan perlakuan yang manusiawi terhadap pasien penyakit jiwa di asylum saat revolusi Perancis. Pinel membuka rantai-rantai besi pasien di Rumah Sakit Jiwa La Bicerte (asylum besar di Paris).

William Tuke (1732-1822). Mendirikan Rumah Sakit Jiwa York Retreat di Inggris. Ia memberikan suasana sepi, religius, memberikan pekerjaan di kebun, istirahat dan bercakap-cakap dengan perawat kepada pasien jiwa.

 

f. Masa Mulainya Pemikiran Baru

Somatogenesis Wilhelm Griessinger. Seorang dokter Jerman yang menyatakan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh sebab fisik, sesuai pandangan Somatogenesi Hipocrates.

Emil Kraeplin. Pada tahun 1883, Ia membuat klasifikasi tentang sifat-sifat organik dari gangguan jiwa. Menurutnya, pada penyakit jiwa ada kecenderungan sekelompok simptom. Setiap penyakit jiwa berbeda satu sama lain dalam hal asal usul, simptom, perjalanan penyakit dan akibatnya.

Kraeplin membagi dua golongan besar penyakit jiwa:

·   Dementia Praecox atau schizophrenia karena ketidakseimbangan kimia

·   Psikosis Manik Depresif karena ketidakseimbangan metabolism

·   Psikogenesis. Di Eropa Barat, terutama Perancis dan Austria pada akhir abad 18-19, gangguan jiwa dianggap karena kerusakan fungsi psikologis dan waktu itu di Eropa banyak gangguan histerical atau histeria (sekarang disebut gangguan konversi). Mereka menderita ketidakmampuan fisik seperti buta atau lumpuh tanpa sebab kerusakan anatomis.

Anton Mezmer. Seorang dokter Austria yang berpendapat bahwa gangguan histeria disebabkan distribusi cairan magnetisme binatang dalam tubuh.

Marti Charcot. Seorang neurolog Prancis menyatakan bahwa histeria disebabkan oleh psikologis.

Joseph Breur. Seorang dokter Vienna menghipnotis orang yang terkena histeria serta membiarkan pasien melakukan katarsis.

2.3 CIRI-CIRI PERILAKU ABNORMAL

Beberapa kriteria yang dimaksud adalah penyimpangan dari norma statistik, penyimpangan dari norma-norma sosial, gejala "salah suai" (malajudgement), tekanan batin, dan ketidakmatangan.

1.      Penyimpangan dari norma-norma statistik

Abnormal adalah setiap hal yang luar biasa, tidak lazim, atau secara harfiah yang menyimpang dari norma. hampir setiap kepribadian tersebar dalam populasi orang mengikuti kurva normal yang bentuknya mirip genta/lonceng, di mana dua pertiga dari jumlah kasus terletak pada sepertiga dari keseluruhan bidang yang mewakili populasi tersebut. kriteria ini cocok diterapkan untuk sifat kepribadian tertentu seperti sifat agresif, di mana makin jauh dari nilai rata-rata baik ke arah kiri maupun kanan kita temukan orang-orang dengan tingkat agresifitas ekstrem (rendah atau tinggi), yang dua-duanya berkonotasi negatif. sebaliknya kriteria ini tidak cocok untuk sifat-sifat kepribadian lain, seperti inte;egensi sebab kendati sama-sama abnormal namun genius (ektrem tinggi) jelas mempunyai nilai positif, sedangkan sifat idiot (ekstrem rendah) punya nilai negatif.

2.      Penyimpangan dari norma-norma social.

Menurut kriteria ini, abnormal diartikan sebagai non konformitas, yaitu sifat tidak patuh atau tidak sejalan dengan norma sosial. inilah yang disebut relativisme budaya bahwa apa saja yang umum atau lazim dalah normal. kendati tidak selalu sepakat, namun patokan semacam ini sering berlaku dalam masyarakat. patokan ini didasarkan pada dua pengandaian yang patut diragukan kebenarannya. pertama aalah apa yang dinaliali tinggi dan dilakukan oleh mayoritas selalu baik dan benar. kedua bahwa perbuatan individu yang sejalan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku selalu menunjang kepentingan individu itu sendiri maupun kepentingan kelompok   atau masyarakat.

 

1.                  Gejala "salah suai" (malajudgement)

 

abnormalitas dipandang sebagai ketidakefektifan individu dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya sendiri. Kriteria semacam ini jelas bersifat negatif, artinya tidak memperhitungkan fakta bahwa seorang individu dapat berpenyesuaian baik (well adjusted) tanpa memanfaatkan dan  mengembangkan kemampuan-kemampuannya. tidak sedikit orang yang secara umum disebut "berhasil" dalam menjalani hidup ini, adalam arti hidup "lumrah baik" namun sebagai pribadi tidak pernah berkembang secara maksimal optimal.

 

2.                  Tekanan Batin

Abnormalitas dipandang sebagai perasaan-perasaan cemas, depresi atau sedih atau perasaan bersalah yang mendalam. namun, ini bukan patokan yang baik untuk membedakan perilaku normal dari yang abnormal atau sebaliknya. Tekanan batin yang kronik seperti tak berkesudahan mungkin memang merupakn indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres. sebaliknya sangat normal bila orang merasa sedih atau tertekan manakala mengalami musibah, kekecewaan dan ketidakadilan. Ketabahan memang merupakan suatu indikator kemasakan menghadpi bencana, namun dalam keadaan biasa wajar misalnya, akan terkesan aneh apabila seseorang merasa gembira menghadapi kematian otang yang terkasih.

3.                  Ketidakmatangan

Seseorang dikatakan abnormal apabila perilakunya tidak sesuai dengan tingkat usianya, dan tidak sesuai dengan situasinya. misalnya sering sulit menemukan patokan tentang kepantasan dan kematangan. Colemen, Butcher dan Crason (1980) dengan tetap menyadari kekurangannya akhirnya menggunakan dua kriteria yaitu abnormalitas sebagai penyimpangan dari norma-norma masyarakat dan abnormalitas dalam arti apa saja yang bersifat maladaptif. yang terakhir berati apa saja yang tidak menunjang kesejahteraan sang individu sehingga pada akhirnya juga tidak menunjang kemaslahatan masyarakat. kesejahteraaan atau kemaslahatan masyarakat meliputi baik kemampuan bertahan maupun perkembangan-pencapaian pemenuhan diri atau aktualisasi dari berbagai kemampuan yang dimiliki.

Jadi definisi dan ciri-ciri Perilaku abnormal adalah perilaku yang dilakukan di luar batas wajar orang lain pada umumnya (ektrem kiri maupun kanan), menyimpang dari norma sosial atau tata aturan dalam hidup berkelompok sosial (masyarakat), kurang berhasilnya memanfaatkan kemampuan diri individu itu sendiri dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya sendiri, seseorang yang mengalami tekanan batin yang kronik mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, dan tingkat kematangan seseorang yang tidak sesuai dengan tingkat usianya yang sepantasnya tidak dilakukan.

2.4 MACAM-MACAM KEPRIBADIAN ABNORMAL

1. Psikopat

Disebut juga sosiopat, adalah kelainan perilaku yang berbentuk antisosial yaitu yang tidak mempedulikan norma – norma sosial .

2.   Kelainan Sexsual

Ada 2 macam kelainan tingkah laku sexual yaitu :

a.       Kelainan pada obyek Cara seseorang memuaskan dorongan sexualnya normal, tetapi obyek yang dijadikan sasaran pemuasan lain dari biasanya.

·         Homosex :Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan sesama jenis ( pria )

·         Lesbian:Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan sesama jenis (wanita )
Pedofilia : Obyek pemuasan seksual adalah pada anak yang belum akil baligh

·         Fetisisme : Obyek pemuasan seksual adalah dengan benda mati seperti pakaian dalam, rambut.

·         Nekrofilia : Obyek pemuasan seksual adalah dengan mayat

·         Bestiality : Obyek pemuasan seksual adalah dengan binatang

·         Gerontoseksualitas : Obyek pemuasan seksual adalah dengan seseorang yang berusia lanjut

·         Incest : Obyek pemuasan seksual dengan sesama anggota keluarga yang tidak diperbolehkan melakukan pernikahan.

b.      Kelainan pada cara Obyek pemuasan seksual tetap lawan jenis, tetapi dengan cara yang tidak biasa, contoh :

·         Ekshibisionis : Cara pemuasan seksual dengan memperlihatkan genetalianya kepada orang lain yang tidak dikenalnya

·         Voyeuris :Cara pemuasan seksual dengan melihat/ mengintip orang telanjang

·         Sadisme : Cara pemuasan seksual dengan menyakiti secara fisik dan psikologis obyek seksualnya

·         Masokisme : Cara pemuasan seksual dengan menyiksa diri sendiri

·         Frottage : Cara pemuasan seksual dengan meraba orang yang disenangi tanpa diketahui oleh korbannya

3.      Psikoneurosis

Kumpulan reaksi psikis dengan ciri spesifik kecemasan dan diekspresikan secara tidak sadar dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri, contoh :

·         Fugue : Bentuk gangguan mental disertai keinginan kuat untuk mengembara atau meninggalkan rumah karena amnesia

·         Somnabulisme : Keadaan tidur sambil berjalan dan melakukan suatu perbuatan

·         Multiple personality : Kepribadian ganda

 Fobia : Ketakutan yang tiada sebab, irasional dan tidak logis walaupun sebenarnya tidak ada alasan untuk takut

·         Obsesi : Ide kuat yang bersifat terus menerus melekat dalam pikiran dan tidak mau hilang serta sering irasional

·         Histeria : Gangguan mental yang ditandai dengan perilaku yang cenderung dramatis, emosional dan reaksi berlebihan

·         Hipokondria : Kondisi kecemasan yang kronis, pasien selalu merasakan ketakutan yang patologis tentang kesehatan sendiri

4.      Psikosis

Disebut dengan kelainan kepribadian yang besar (Psychosis Mayor) karena seluruh kepribadian orang yang bersangkutan terkena dan orang tersebut tidak dapat lagi hidup dan bergaul normal dengan orang di sekitarnya. Jenis–jenis Psikosis antara lian :

a.       Psikosis Fungsional

·   Skizophrenia : Terjadi perpecahan kepribadian, antara pikiran, perasaan dan perbuatan berjalan sendiri-sendiri

Contoh : Seseorang bercerita tentang anaknya yang meninggal terlindasn kereta api (pikiran) sambil tertawa (perasaan) dan menari-nari (perbuatan)

·   Paranoid : Sering merasa cemburu, curiga, dendam, iri hati kepada orang lain yang sifatnya irasional

·   Psikosis manis depresif : Gangguan mental serius yang ditandai dengan perubahan emosi sepertin menjadi sangat gembira dan tidak lama kemudian menjadi sangat sedih.

b.      Psikosis Organik

Faktor penyebabnya adalah kelainan pada tubuh atau fungsi anggota tubuh. Contoh: karena usia tua terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga menyebabkan individu tersebut sering marah.

2.5 Jenis Perilaku Abnormal

A.    Autisme

Autisme adalah merupakan ketidaknormalan perkembangan neuro  yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi yang   sangat  kurang, pola kesukaan, terbatasnya kemampuan bahasa, kemampuan   motorik yang terganggu, tidak menyukai perubahan dalam lingkungan. Autisme adalah sala satu gangguan masa anak-anak yang paling berat.

Gejala :

 1. Tidak bisa menguasai bahasa

2.  Sangat lambat dalam penguasaan bahasa.

3.  Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata.

4.  Mata yang tidak jernih.

5.  Tidak suka melihat mata orang lain.

6.  Mempunyai dunia sendiri.

7.  Hanya suka akan mainannya sendiri.

8.  Tidak suka berbicara dengan orang lain.

9.  Menyendiri.

Pencegahannya :

1.  Terapi keluarga.

2.  Terapi wicara.

3.  Terapi perilaku.

 

B. Fobia

Fobia  adalah rasa  takut  yang  berlebihan terhadap objek  atau situasi  secara terus-menerus dan rasa takut ini tidak sebanding dengan ancamannya. Fobia bisa dikatakan  dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya.

Gejala :

1.      Perasaan cemas.

2.      Perasaan panic.

3.      Gemetar disertai napas yang tersengal-sengal.

4.      Takut berada diketinggian.

5.      Takut berada ditempat terbuka.

6.      Takut ditempat tertutup.

7.      Takut melihat darah.

8.      Takut berada sendirian disuatu tempat.

9.      Takut pada kegelapan.

10.  Takut melihat api.

11.  Takut pada binatang, khususnya hanya jenis binatang tertentu.

Pencegahannya :

1.  Terapi kognitif

2.  Terapi psikodinamika

 

C. Bulimia Nervosa      

Bulimia nervosa adalah suatu gangguan makan yang memiliki karakteristik    makan berlebihan yang berulang  diikuti oleh pembangkitan keinginan untuk   memuntahkan   kembali, diikuti   oleh perhatian yang berlebihan terhadap berat badan dan bentuk tubuh. Penyakit   ini  banyak  menimpah  para wanita  muda    karena ketidakpuasan terhadapa tubuhnya sendiri.

Gejala :

1.  Perasaan cemas.

2.  Perasaan panik.

3.  Memakan makanan dalam jumlah besar.

4.  Kehilangan kontrol  terhadap pemasukkan makanan  dalam tubuh.

5.  Membangkitkan rasa ingin muntah.

6.  Penyalagunaan obat pencahar.

7.  Melakukan puasa/latihan berlebihan.

8.  Perhatian berlebihan pada bentuk tubuh

9.  Perhatian berlebihan pada berat badan.

Pencegahannya :

1.      Terapi kognitif-behavioral.

 

D.    Parafilia

Parafilia adalah gangguan  seksual  dimana  seseorang  mengalami dorongan seksual yang berulang dan fantasi yang melibatkan objek bukan  manusia,  atau  pasangan yang tidak tepat atau tanpa persetujuan, atau  situasi  yang menyakitkan     atau  merendahkan.

Parafilia ini banyak terjadi pada laki-laki.

Gejala :

1.   Menunjukan alat kelamin pada orang yang tidak dikenal.

2.   Cenderung pemalu.

3.   Memakai pakaian lawan jenis.

4.   Mencium objek bukan manusia (bra, celana dalam, stoking).

5.   Mengintip orang yang sedang tidak berpakaian.

6.   Menyentu tubuh orang tanpa izin.

7.   Tertarik kepada anak-anak.

8.   Terangsang jika disakiti saat berhubungan seksual.

9.   Terangsang jika menyakiti saat berhubungan seksual.

10. Melibatkan kontak seksual dengan mayat.

11. Melibatkan kontak sesual dengan binatang.

Pencegahannya :

1.   Terapi perilaku.

2.   Terapi kognitif-behavioral.

E. Schizofrenia

Schizofrenia merupakan gangguan psikologi yang paling berhubungan   dengan pandangan tentang gila atau sakit. Hal ini  sering  menimbulakn rasa   takut, kesalapahaman dan penghukuman bukannya simpati dan perhatian.     Skhizofrenia menyerang  jati  diri  seseorang,  memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, konsepsi yang tidak logis.

Gejala :

1.   Menarik diri dari masyarakat.

2.   Menyendiri.

3.   Mata yang tidak jernih.

4.   Mata yang tidak bersinar.

5.   Selalu berhalusinasi.

6.   Berpikir yang tidak logis.

7.   Pembicaraan yang tidak terorganisasi.

8.   Berbicara dengan nada datar.

9.   Kurang dalam memusatkan perhatian.

Pencegahannya :

1.   Terapi psikodinamika.

 

Pada umumnya ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang termasuk kedalam kategori sehat secara mental ataukah tidak.
a. Pendekatan Statistik

Pendekatan ini beranggapan bahwa orang yang sehat secara mental/normal adalah orang yang melakukan tingkah laku yang umumnya dilakukan oleh banyak orang lainnya. Atau dengan kata lain, suatu tingkah laku disebut sehat bila tingkah laku tersebut memiliki frekuensi kemunculan yang tinggi dalam populasi. Sebaliknya, orang yang bertingkah laku tidak seperti tingkah laku kebanyakan orang dianggap sebagai orang yang tidak normal atau tidak sehat.

Sepintas pendekatan ini terlihat benar, namun bila difikirkan secara mendalam, tampak beberapa kelemahannya. Ada tingkah laku yang jarang dimilki oleh orang kebanyakan tapi tetap dianggap normal atau sehat. Misalnya mampu berbicara dalam 5 bahasa. Jarang ada orang yang memiliki kemampuan tersebut, namun orang yang memilikinya dianggap sebagai normal. Atau misalnya orang yang mampu berjalan diatas api tanpa terbakar, tetap dianggap sebagai orang yang sehat atu normal.
Sebaliknya, ada tingkah laku yang sebenarnya tidak sehat tetapi dilakukan oleh banyak orang. Misalnya merokok, tingkah laku merokok tergolong kedalam tingkah laku tidak sehat atau tidak normal, namun dilakukan oleh banyak orang.


b. Pendekatan Normatif

Pendekatan ini melihat orang secara sehat mental apakah tingkah laku orang tersebut menyimpang dari norma sosial yang berlaku dimasyarakat ataukah tidak. Tolak ukur yang dipakai dalam pendekatan ini adalah norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Orang yang mampu menyesuaikan diri dengan norma masyarakatnya dianggap sebagai orang yang memiliki kesehatan mental yang baik. Sementara orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan norma sekitarnya dianggap memiliki kesehatan mental yang buruk.

Pendekatan ini pun memiliki kelemahan, ada tingkah laku yang sebetulnya menyimpang dari norma yang ada tetapi dianggap sebagai normal. Misalnya tingkah laku homoseksual. Masyarakat barat sekarang ini menganggap prilaku homoseksul bukan lagi dikategorikan sebagai penyimpangan seks. Prilaku korupsi yang terjadi dinegara kita pada semua lapisan birokrasi, sekarang ini dianggap sebagai prilaku yang normal. Sebaliknya, orang yang tetap berusaha berprilaku jujur malah dianggap sebagai orang yang tidak normal dan bahkan “tidak sehat”.


c. Pendekatan Distress Subjektif

Pendekatan ini beranggapan orang dianggap normal atau sehat bila dia merasa sehat atau tidak ada persoalan dan tekanan yang menggangunya.

Kelemahan pendekatan ini adalah karena menekankan pada subjektifitas individu mengakibatkan tidak ada ukuran yang pasti sehingga semuanya menjadi serba relatif. Tergantung situasi yang dihadapi. Contohnya bila orang tiba-tiba berbicara terus menerus tanpa diketahui arti dimuka umum, maka dia dianggap sedang sakit atau terganggu dan tidak normal. Namun bila prilaku tersebut dimunculkan pada suatu ritual keagamaan, prilaku tersebut dianggap wajar dan normal.


d. Pendekatan Fungsi/Peranan Sosial

Pendekatan ini melihat normal atau sehat tidaknya seseorang berdasarkan mampu atau tidaknya orang tersebut menjalankan kegiatan hariannya. Orang dianggap sehat atau normal bila dia mampu menjalankan fungsi dan peranannya dalam masyarakat dan tidak mengalami gangguan dalam menjalankan tugas-tugas harioannya.

Kelemahan pendekatan ini adalah tidak semua orang bisa dikatakan normal meskipun dia mampu menjalankan fungsi dan perannya. Misalnya penderita gangguan bipolar (manis depresif). Pada saat orang yang bersangkutan mengalami episode mania, dia mungkin menjadi bersemangat dan mampu melakukan berbagai aktifitas dengan baik, padahal sebenarnya ia sedang terganggu.


e. Pendekatan Interpersonal

Pendekatan ini melihat normal atau sehat tidaknya seseorang atau apakah orang tersebut mampu menyesuaikan diri dilihat berdasarkan kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan yang interpersonal dengan orang lain. Menurut pendekatan in, orang dikatakan sehat dan mampu menyesuaikan diri dengan dengan baik bila dia mampu menjalin relasi dengan orang lain dan tidak menarik diri dari orang lain.

Pendekatan ini pun memiliki kelemahan. Tidak selalu orang yang menyendiri itu tidak sehat atau tidak normal dan tidak mampu menyesuaiklan diri. Terkadang kesendirian itu penting supaya orang mampu menahani diri sendiri dengan lebih baik atau juga sebagai kesempatan untuk memulihkan diri. Juga tidak selalu orang yang mampu menjalin relasi dengan orang lain merupakan orang yang sehat. Misalnya bagi individu yang mengalami gangguan siklotimia, yaitu gangguan semacam manis depresi tetapi yang ayunan suasana perasaan tidak ekstrim. Penderitanya biasanya tidak bisa terpisah dari orang lain, baik episode hipomania maupun pada episode overaktif. Hal ini terutama disebabkan karena energi mereka berklaitan dengan lingkungannya.


Berbagai pendekatan diatas menunjukkan kesulitan yang muncul untuk memberi arti apa yang dimaksud dengan sehat secara mental. Kesehatan mental tidak hanya sekedar dipahami sebagai kemampuan untuk tahan dalam kondisi tekanan (setres) yang tinggi. Kesehatan mental juga tidak bisa dipahami hanya sebagai kemampuan untuk melakukan penyesuaian siri yang baik saja. Banyak orang yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tapi mereka belum bisa dikatan sehat secara mental. (Siswanto, 2007)