BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MANULA
Menjadi tua seharusnya bukan
untuk ditakuti tapi untuk dinikmati dan hal tersebut merupakan fenomena yang
tidak dapat dihindarkan. Semakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin
tinggi pula harapan hidup masyarakatnya dan pada gilirannya makin tinggi pula
jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Seperti dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jompo adalah tua sekali dan sudah lemah
fisiknya sehingga tidak mampu mencari nafkah sendiri dsb; tua renta; uzur.
Sedangkan Lansia diartikan .Berdasarkan
definisi diatas Jompo, Lansia, dan Manula sekilas memang memiliki makna yang
sama, tapi tidak semua manula atau lansia
adalah jompo banyak lansia yang fisiknya masih kuat dan masih mampu
memenuhi kebutuhan sehari- harinya. Dan lansia tidak hanya dipergunakan untuk
manusia yang telah lanjut usia.
Banyak
sekali definisi manula, tapi pada penelitian ini dibahas manula menurut ilmu
kedokteran.
Dikutip
dalam situs Departemen Kesehatan, menurut
Kedokteran Olahraga manula sangat tergantung pada kondisi fisik individu.
Jika dia baru berusia 50 tahun, namun secara fisik sudah renta seperti
penurunan massa otot, yang berakibat tubuhnya jadi mengecil, respons tubuh
berkurang, jalan tertatih – tatih., dia bisa dikategorikan sebagai manula. Ada
tiga tahapan manula menurut kedokteran olahraga, yaitu umur 50-60 tahun, umur
61-70 tahun, dan 71 tahun ke atas.
Menurut
Depkes RI sebagaimana dikutip oleh Dr. Zainnudin Sri Kuncoro dalam e-psikologi
masalah kesehatan fisik lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang
dibahas pada pasien-pasien Geriatri
yang merupakan bagian dari Gerontologi,
yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek
fisiologis yaitu berkenaan dengan ilmu biologi yang berkaitan dengan fungsi dan
kegiatan kehidupan atau zat hidup seperti jaringan, organ atau sel , psikologis
yaitu berkaitan dengan ilmu psikologis yang mempelajari proses- proses mental
baik yamg normal maupun abnormal dan pengaruhnya terhadap prilaku , sosial,
kultural, ekonomi dan lain-lain. Geriatri
adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada
lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif yaitu yang bersifat pencegahan
, kuratif yaitu pertolongan penyembuhan dan rehabilitatif yaitu mengembalikan
pada keadaan yang sebelumnya serta psikososial
yang menyertai kehidupan lansia.
Berikut
adalah ciri- ciri manula secara fisik adalah:
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan makin meningkatnya usia, seperti kurangnya pendengaran,
jarak pandang.
2.
Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif,
3.
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya
tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, gigi rontok, tulang rapuh,
dsb.
Menurut
Psikogeriatri yaitu adalah cabang
ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang
menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta
psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Ciri - ciri manula secara psikososial dinyatakan krisis apabila:
1. Ketergantungan
pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
2.
Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat
dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
3.
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi)
yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung,
panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor
psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak
keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
B.
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG LANJUT USIA
Deputi Menkokesra Empat
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lanjut usia, yaitu :
1.
Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Yang menjadi dasar pertimbangan dalam undang-undang ini, antara lain adalah
”bahwa pelaksanaan pembangunan yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik
dan usia harapah hidup makin meningkat, sehingga
jumlah lanjut usia makin bertambah”. Selanjutnya dalam ketentuan umum,
memuat ketentuan-ketentuan yang antara lain dimuat mengenai pengertian lanjut
usia, yaitu seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Asas
peningkatan kesejahteraan lanjut usia adalah keimanan, dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
dalam perikehidupan. Dengan arah agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan
sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi
kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia, dan kondisi
fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraannya. Selanjutnya
tujuan dari semua itu adalah untuk memperpanjang usia harapan hidup dan masa
produktif, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya, terpeliharanya sistem
nilai budaya dan kekerabatan bangsa Indonesia serta lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Lanjut
usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan
hak untuk meningkatkan kesejahteraan yang meliputi :
Ø
pelayanan keagamaan dan mental
spiritual
Ø
pelayanan kesehatan
Ø
pelayanan kesempatan kerja
Ø
pelayanan pendidikan dan pelatihan
Ø
kemudahan dalam penggunaan
fasilitas, sarana, dan prasarana umum
Ø
kemudahan dalam layanan dan bantuan
hukum
Ø
perlindungan sosial
Ø
bantuan sosial
Dalam
undang-undang juga diatur bahwa Lansia mempunyai kewajiban, yaitu :
membimbing
dan memberi nasihat secara arif dan bijaksana berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya, terutama di lingkungan keluarganya dalam rangka menjaga martabat
dan meningkatkan kesejahteraannya;mengamalkan dan mentransformasikan ilmu
pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya
kepada generasi penerus;memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan
kepada generasi penerus.
Siapa
yang mempunyai tugas dan tanggungjawab ?
Pemerintah
bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang menunjang bagi
terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Sedangkan pemerintah, masyarakat dan keluarga bertanggungjawab atas terwujudnya
upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
- Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut
Usia.
Upaya
peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, meliputi :
Ø
Pelayanan keagamaan dan mental
spiritual, antara lain adalah pembangunan sarana ibadah dengan penyediaan
aksesibilitas bagi lanjut usia.
Ø
Pelayanan kesehatan dilaksanakan
melalui peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang
pelayanan geriatrik/gerontologik.
Ø
Pelayanan untuk prasarana umum,
yaitu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya,
kemudahan dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan
olahraga khusus.
Ø
Kemudahan dalam penggunaan fasilitas
umum, yang dalam hal ini pelayanan administrasi pemberintahan, adalah untuk
memperoleh Kartu Tanda Penduduk seumur hidup, memperoleh pelayanan kesehatan
pada sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk
pembelian tiket perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket untuk
tempat rekreasi, penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus,
penyediaan kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia. Selain itu juga
diatur dalam penyediaan aksesibilitas lanjut usia pada bangunan umum, jalan
umum, pertamanan dan tempat rekreasi, angkutan umum. Ketentuan mengenai
pemberian kemudahan dalam melakukan perjalanan diatur lebih lanjut oleh Menteri
sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
- Keputusan Presiden Nomor 52
Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.
Ø
Keanggotaan Komisi Lanjut Usia
terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat yang berjumlah paling banyak 25
orang.
Ø
Unsur pemerintah adalah pejabat yang
mewakili dan bertanggungjawab di bidang kesejahteraan rakyat, kesehatan,
sosial, kependudukan dan keluarga berencana, ketenagakerjaan, pendidikan
nasional, agama, permukiman dan prasarana wilayah, pemberdayaan perempuan,
kebudayaan dan pariwisata, perhubungan, pemerintahan dalam negeri.
Unsur
masyarakat adalah merupakan wakil dari organisasi masyarakat yang bergerak di
bidang kesejahteraan sosial lanjut usia, perguruan tinggi, dan dunia usaha.
Ø
Di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dapat dibentuk Komisi Provinsi/Kabupaten/Kota Lanjut Usia.
Ø
Pembentukan Komisi Daerah Lanjut
Usia ditetapkan oleh Gubernur pada tingkat provinsi, dan oleh Bupati/Walikota
pada tingkat kabupaten/kota.
Keputusan
Presiden Nomor 93/M Tahun 2005 Tentang Keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia.
a.
Pengangkatan anggota Komnas Lansia
oleh Presiden.
b. Pelaksanaan lebih lanjut dilakukan oleh Menteri Sosial
C. PERDA
PERLINDUNGAN LANSIA April 13, 2007
Komisi
E (kesra) DPRD Jatim sedang menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
tentang Perlindungan Lansia. Masyarakat perlu memberi apresiasi terhadap
rencana perlindungan terhadap anggota masyarakat yang berusia 60 tahun keatas
tersebut. Karena tanggung jawab terhadap lansia merupakan kewajiban bagi
pemerintah, masyarakat dan keluarga. Lansia juga punya hak sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perspektif itu tercantum dalam UU Nomor
13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Menurut data terakhir di Jatim,
jumlah lansia mencapai 5.490.370 orang. Dari jumlah itu terdapat 2.712.976
orang (49,41 persen) dalam kondisi terurus. Sisanya, lebih dari separuh, yakni
50,01 persen termasuk dalam kondisi lansia terlantar. Potensi lansia terlantar
ini bisa bertambah lagi, sebab saat ini terdapat 31.704 (0,58 persen) yang
masuk kategori rawan terlantar.Kondisi tersebut menjadi alasan strategis untuk
melindungi lansia dalam payung hukum berupa Perda. Meskipun secara nasional
sudah terdapat beberapa landasan konstitusi yang memihak kepada nasib lansia.
Antara lain UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM, PP Nomor 43 Tahun 2004 tentang Peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 13 Tahun 1998, PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pembinaan Karang Werda,
Keppres Nomor 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lansia. Bahkan, substansi
dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah juga mengatur tanggung
jawab pemda propinsi, kabupaten/kota terhadap lansia. Sehingga, perlindungan
terhadap lansia di Jatim yang diwujudkan dalam sebuah Perda merupakan kebutuhan
riil sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan diatasnya. Langkah itu
merupakan peningkatan kualitas secara yuridis dari beberapa kebijakan Pemda
Jatim yang mengatur perlakuan terhadap lansia. Jauh sebelum UU Nomor 13 Tahun
1998 diterbitkan, sebenarnya sudah ada kebijakan Pemda Jatim yang memihak
kepada lansia. Hal itu dapat dilihat dari terbitnya Instruksi Gubernur Nomor 14
Tahun 1991 yang mengatur pemberian KTP seumur hidup bagi lansia. Tiga tahun
berikutnya juga terbit Instruksi Gubernur Nomor 28 Tahun 1994 tentang Pembinaan
Lansia. Selama tahun 1996 juga disusuli terbitnya kebijakan berikutnya berupa
keputusan gubernur. Antara lain Kepgub Nomor 65 Tahun 1996 tentang Pembentukan
Karang Werda, dan Kepgub Nomor 120 Tahun 1996 tentang Penerbitan Majalah
Lansia. Menurut saya, substansi dari instruksi dan keputusan gubernur tersebut
harus diadopsi dalam Perda Perlindungan Lansia. Adopsi ketentuan tersebut
tentunya harus lebih disempurnakan sehingga isinya lebih tajam dan signifikan
senafas dengan tujuan dikeluarkan Perda. Yang patut didukung adalah dalam draf
Raperda sudah tercantum ancaman sanksi bagi pejabat pelayanan publik, pengusaha
jasa transportasi, dan tempat wisata apabila mengabaikan hak-hak lansia. Jika
terbukti mereka melakukan pelanggaran Perda Perlindungan Lansia, bisa dikenakan
sanksi denda Rp 50 juta atau kurungan enam bulan.
Pelanggaran
itu bisa berupa tidak dipenuhinya potongan harga tiket kendaraan umum maupun
tempat wisata bagi lansia. Disamping itu juga diatur mengenai para
penyelenggara pelayanan publik diharuskan memberikan kemudahan kepada lansia.
Sanksinya berupa sanksi administratif dan pidana. Sanksi adminsitratif bisa
berupa teguran lisan, tertulis, dan yang terparah adalah pencabutan ijin
pelayanan. Sanksi pidana diberikan bila pelanggaran yang dikategorikan sebagai
pelanggaran hukum pidana. Ada pula ketentuan sanksi pidana bagi pihak-pihak
yang sengaja melakukan ekploitasi, tindak kekerasan, penelantaran, penyimpangan
seksual, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan penderitaan lansia. Jika
Perda ini ingin benar-benar signifikan dalam memberikan perlindungan kepada
lansia, maka perlu dimasukkan beberapa unsur penting. Pertama, kewajiban lansia
terhadap generasi muda. Sesuai dengan budaya masyarakat yang sudah turun
menurun, orang tua (termasuk lansia) memiliki kewajiban membimbing, menasehati,
mengamalkan ilmu pengetahuan, memberi teladan yang baik. Perlunya mencantumkan
kewajiban lansia dalam Perda tersebut tanpa mengurangi hak mereka untuk
mendapat pelayanan kesejahteraan sebagai lansia. Pelayanan kesejahteraan itu
meliputi bidang keagamaan, kesehatan, kesempatan kerja, pendidikan dan
pelatihan, perlindungan sosial, dan batuan sosial.
Di
perguruan tinggi sudah diterapkan bagaimana lansia mendapatkan peran secara
proporsional. Keberadaan guru besar emeritus menjadi bukti nyata tentang
kewajiban lansia dalam mengamalkan ilmu pengetahuan. Hal itu juga termasuk
memenuhi unsur terbukanya kesempatan kerja bagi lansia yang sudah pensiun dari
statusnya sebagai guru besar. Tentang kewajiban lansia dalam memberi teladan
yang baik kepada generasi muda, tentu ada kaitannya dengan perlakuan hukum yang
sama terhadap semua orang, termasuk lansia. Sehingga generasi muda punya alasan
moral dan yuridis untuk tidak meniru kelakukan lansia yang kebetulan menjadi
pelaku tindak pidana korupsi, misalnya. Perda juga memberikan ruang bagi media
massa dan organisasi advokat untuk ikut berkiprah dalam memberikan pelayanan
dan perlindungan bagi lansia. Misalnya, ada pasal yang mengatur himbauan (bila
perlu diwajibkan) bagi media massa yang terbit di Jatim memberikan ruang/rubrik
khusus lansia. Himbauan yang sama juga berlaku bagi organisasi advokat untuk
mendirikan divisi khusus yang membela lansia. Yang dimaksud adalah lansia yang
menjadi korban pihak lain sebagaimana diatur dalam Perda.
D.
PENGERTIAN PANTI JOMPO
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata panti jompo diartikan sebagai tempat merawat dan menampung jompo,
dan Perda No, 15 Tahun 2002 mengenai Perubahan atas Perda No. 15 Tahun 2000
Tentang Dinas Daerah, maka Panti Sosial Tresna Werdha berganti nama menjadi
Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha. Tetapi dalam skripsi ini tetap
menggunakan panti jompo sebagai objek penelitian.
Fasilitas untuk panti jompo
diatur dalam Peraturan Perundang- Undangan dan Penyelenggaraan Penyandang Cacat
Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 yang mencangkup akses ke dan dari
dalam bangunan, pintu, tangga, lift, tempat parkir, toilet dan beberapa lainnya
dalam aksebilitas pada bangunan umum. Dalam Departemen Sosial manula dimasukkan
kedalam kategori penyandang cacat, mental maupun fisik.
Meningkatnya
usia harapan hidup manusia diikuti dengan bertambahnya jumlah lanjut usia. Hal
ini dapat dilihat data pada tahun 2006 dari Dinas
Sosial Propinsi Jawa Barat bahwa jumlah lanjut usia terlantar di Jawa Barat
seluruhnya 2.880.548 jiwa, dan pada tahun 2020 jumlah populasi lansia
diperkirakan mencapai 28 juta jiwa yang mencapai usia 71 tahun, sehingga
perlu diimbangi dengan penyediaan salah satunya adalah Balai Perlindungan
Sosial Tresna Werdha (BPSTW) yang merupakan unit pelaksana tekhnik dinas, dilingkungan
Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat yang
memberikan perlindungan bagi lanjut usia. Selain itu penyelenggaraan Balai
Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) merupakan salah satu respon terhadap
berkembangnya jumlah dan masalah pada lansia, dan dipastikan makin diperlukan
seiring dengan meningkatnya jumlah lansia bersama masalahnya. Oleh karena itu
keberadaan BPSTW tidak semata – mata sebagai sebuah unit yang memberikan
pelayanan bagi lansia juga sebagai lembaga
perlindungan perawatan serta pengembangan dan pemberdayaan lansia, hal ini
sesuai dengan Undang- undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia. Selain itu balai ini juga merupakan sasaran penelitian dan pendidikan
bagi perguruan tinggi dan masyarakat luas yang ingin mengetahui lebih jauh
tentang lansia.
Di
wilayah Bandung sendiri terdapat 8 panti baik yang dikelola pihak pemerintah
maupun pihak swasta, yang berada dalam lingkungan rumah sakit atau sarana
peribadatan, dan berikut ini adalah panti – panti dikota Bandung :
Nama Panti
|
Status Kepemilikan/ Kepengurusan
|
Lokasi Panti
|
Kota
Bandung
|
Asuhan Bunda
|
Swasta
|
Jl. Kartika Raya I no, 20 Geger
kalong
|
Senja Rawi
|
Swasta
|
Jl. Jeruk no. 7
|
Najaret St. Yusuf
|
Swasta
|
Jl. Cikutra no. 7
|
Priyangan I( Sekertariat)
|
Swasta
|
Jl. Kenari no. 5
|
Budi Pertiwi
|
Swasta
|
Jl. Sancang no. 2
|
Laswi
|
Swasta
|
Jl. Caringin Gg. Lumbung
|
Kabupaten
Bandung
|
Paku Tandang (Balai
Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay)
|
Pemerintah
|
Jl. Raya Pacet No. 186, Ciparay
|
Bakti Pertiwi
|
Swasta
|
Jl. Laswi raya Baleendah
|
Priyangan II ( Panti)
|
Swasta
|
Jl. Caramel No. 56 Batu Reog
Lembang
|
Tabel
2: Nama dan Lokasi PSTW di Bandung
Sangat
beruntung bagi manula yang masih memiliki anggota keluarga seperti anak, cucu,
cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara dengan
penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga
atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun
tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam
perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya
Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di
samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan
bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa
hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari
pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia.
Sesuatu
pasti memiliki sisi positif dan negatif, begitu pula dengan panti jompo. Sampai saat ini, panti sosial tresna werdha (PSTW) masih
bercitra agak negatif. Selain karena tempatnya yang dikonotasikan dengan
kekumuhan, panti juga disebut-sebut sebagai tempat pembuangan lansia. Dan salah
satu sisi positif panti jompo adalah sebagai tempat bersosialisasi manula
sehingga dapat membuat manula tidak merasa kesepian atau merasa dibuang. Selain
itu juga ditempat ini manula banyak memiliki atau dilibatkan dalam sebuah
aktifitas yang melibatkan fisik dan mentalnya agar selalu terjaga juga sebagai
sarana penghibur, contohnya senam sehat, melakukan hobi seperti kerajinan
tangan atau sekedar membaca.
·
Tinjauan Kenyamanan Bangunan
Panti Jompo
Nyaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segar; sehat. Sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman;
kesegaran; kesejukan.Dan kenyamanan sebuah bangunan diatur dalam Undang- Undang
RI No. 28 Tahun 2002 Tanggal 16 Desember 2002, Bagian Keempat Pasal 26 ayat 1
sampai dengan ayat 7.
Undang- Undang RI No. 28 Tahun
2002 tentang Persyaratan Kendala
Bangunan Gedung, Paragraf 4 pasal 26 yaitu ayat (1) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat (6) meliputi kenyamanan
ruang gerak, dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan,
serta tingkat getaran, dan tingkat kebisingan. Hal- hal tersebut menjadi syarat
minimal kenyamanan sebuah gedung, terlebih bagi sebuah bangunan panti jompo.
·
Kenyamanan Ruang Gerak
Seperti
disebutkan dalam pasal 26 ayat (2) yaitu tentang Kenyamanan Ruang Gerak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kenyamanan yang diperoleh dari
dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam
ruang.
Ayat ini
menjelaskan bagaimana dimensi ruang yang benar dan tata letak ruang atau
organisasi ruang yang tepat dalam hal ini khususnya ruang kumpul, sehingga
manula sebagai user dapat bergerak dengan nyaman dalam ruangan. Baik manula
dengan kursi roda, dengan alat bantu jalan atau manula dengan kondisi normal.
·
Kenyamanan Hubungan
Antar Ruang
Seperti disebutkan dalam pasal 26
ayat (3) yaitu tentang Kenyamanan Hubungan Antar Ruang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan
sirkulasi antar ruang dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
Maksud dari ayat
tersebut adalah kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang atau organisasi
ruang dan kenyamanan yang diperoleh dari kemudahan mencapai ruang lain atau
bangunan lain melalui sirkulasi ruang horizontal maupun vertikal.
Dalam
perencanaan sebuah fasilitas dalam hal ini panti jompo khususnya, kebutuhan
ruang akan menentukan bagaimana organisasi ruang sesuai kebutuhannya. Contohnya
seperti gambar dibawah ini sebaiknya ruang tidur, kamar mandi, ruang makan, dan
ruang kumpul jaraknya tidak terlalu berjauhan. Karena ruang- ruang tersebut
adalah ruang yang sering dipergunakan oleh manula dalam beraktifitas.
R.
Tidur
Gambar 5: Gambar
hubungan antar ruang diwisma panti jompo
Selain masalah
organisasi ruang, ayat ini mengatur
masalah sirkulasi antar ruang, yang tersiri dari sirkulasi ruang secara
horizontal maupun vertikal. Yang dimaksud dengan sirkulasi ruang horizontal
adalah koridor, ramp atau tanjakan akses juga tangga. Sedangkan sirkulasi
vertikal adalah lift atau eskalator, fasilitas tersebut khususnya lift
dibutuhkan apabila gedung terdiri dari empat lantai. Menurut Julius Panero,
bagi sirkulasi horizontal ukuran yang dibutuhkan adalah:
1.
Lebar minimal koridor yang dibutuhkan untuk satu jalur adalah 91,4 cm, koridor
dengan lebar sekian dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda. Sedangkan
lebar minimal koridor untuk dua jalur adalah 42 inci (106,7 cm), sedangkan
untuk lebar maksimal adalah 60 inci (152,4 cm), dengan lebar tersebut dapat
dilalui oleh manula dengan kursi roda, manula dengan alat bantu jalan maupun
manula dengan keadaan normal.
2.
Sedangkan dimensi pintu untuk manula dalam berbagai kondisi baik normal maupun
berkursi roda yaitu dengan lebar pintu selebar 32 inci (81,3 cm), dengan
ketinggian 210 cm.
3.
Untuk ukuran tangga yang diperlukan dengan dua jalur adalah 68 inci (172,7 cm).
Dengan ukuran pelangkah selebar 30 cm, penaik 16 cm dan pada setiap pinggiran
anak tangga diberi garis warna yang berbeda. Juga dilengkapi dengan reilling
dikedua sisi tangga. Untuk tinggi reilling sendiri yaitu 30-34 inci (76,2-86,4
cm). Sedangkan untuk jarak reilling dengan dinding minimal 2 inci atau 5,1
cm, dan tebal reillingnya sendiri
berdiameter 1,5 inci atau 3,8 cm.
4. Ramp atau lebih dikenal dengan tanjakan akses
sangat diperlukan untuk akses bangunan bagi orang cacat atau manula. Ramp ini
dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda maupun alat bantu jalan. Panjang
maksimal untuk ramp ini adalah 30 kaki
atau setara dengan 9 m. Dengan kemiringan 1:12. Ramp ini juga wajib dilengkapi
dengan 2 reilling dengan ketinggian yang berbeda. Untuk reilling bawah setinggi
18-20 inci atau setara dengan 45,7-50,8 cm, sedang untuk reilling atas setinggi
33-34 inci atau setara dengan 83,8-86,4 cm. Reiling bagian bawah diperuntukkan
untuk mempermudah manula atau orang cacat dengan kursi roda.
Penempatan
atau pemasangan reilling sangat diperlukan sepanjang jalur atau ruang yang
sering dilalui atau digunakan manula. Selain kenyamanan, keamanan bergerak pun
harus diperhatikan menurut NSA( National Institute of Aging) jalan yang dilalui
manula harus teratur, terbebas dari kabel listrik dan telepon, permadani yang
dipasang harus terekat kuat dilantai dan memiliki tekstur yang kasar dan tidak
berjumbai, hal ini diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan khususnya
dirumah. Sehingga manula selain nyaman, manula pun aman bergerak dalam bangunan
tersebut.
·
Kenyamanan
Kondisi Udara
Seperti
disebutkan dalam pasal 26 ayat (4) yaitu tentang Kenyamanan Kondisi Udara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh
dari temperatur dan kelembaban didalam ruang untuk terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
Ayat diatas
menerangkan tentang suhu dan kelembaban yang tepat agar mendapatkan kenyamanan.
Suhu yang nyaman untuk tubuh kita adalah antara antara 18° C-25 °C. Sedangkan mengenai kelembapan suatu ruang
tergantung dari derajat kelembapan udara diluar dan tujuan penggunaan ruang itu
sendiri. Kelembapan yang nyaman ada disekitar 40%-70%. Lazimnya pengaturan
kelembaban dalam sebuah rumah tinggal tidak terlalu diperlukan, berbeda dengan
bangunan yang lebih besar seperti pabrik atau perkantoran besar dimana terdapat
banyak orang beraktifitas.
·
Kenyamanan
Pandangan
Seperti
disebutkan dalam pasal 26 ayat (5) yaitu tentang Kenyamanan Pandangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kondisi dimana hak pribadi orang
dalam melaksanakan kegiatan didalam bangunan gudungnya tidak terganggu dari
bangunan gedung lain disekitarnya.
Ayat ini
menjelaskan bahwa kenyamanan pandangan dapat diwujudkan melalui gubahan massa
bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar bangunan, serta
dengan memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang terbuka hijau alami atau
buatan, termasuk pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar. Selain
itu pemilihan warna dan material baik terhadap elemen interior seperti dinding,
lantai, dan atap maupun terhadap furnitur, juga pencahayaan dapat menjadi penentu
bagaimana mewujudkan pandangan yang nyaman.
·
Kenyamanan
Kondisi Tingkat Getaran dan Kebisingan
Seperti
disebutkan dalam pasal 26 ayat (6) yaitu tentang Kenyamanan Tingkat Getaran dan
Kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan
yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi
bangunan gedung terganggu oleg getaran atau kebisingan yang timbul baik dari
dalam gedung atau lingkungannya.
Ayat
tersebut mengatur jangan sampai kebisingan atau getaran gedung tersebut
mengganggu kenyamana dan kesehatan penghuni lain. Untuk ruangan dalam rumah
normal, sebaiknya jangan melebihi 20-30 db. Sedangkan untuk frekuensi getaran bangunan gedung biasanya antara 5-50
Hz. Jika frekuensi tersebut telah memasuki batas 20-30 Hz, maka getaran
tersebut telah dapat didengar sebagai bunyi.
E.
PELAKSANAAN DI INDONESIA
Payung hukum dalam upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan Lansia di Indonesia telah ditetapkan melalui perundang-undangan
yang berlaku meliputi Undang Undang, Peraturan Pemerintah, sampai dengan
Peraturan Daerah. Jawa Timur merupakan Provinsi pertama dan masih satu-satunya
di tanah air ini sampai Peringatan HALUNA (Hari Lanjut Usia Nasional) ke 12
tahun 2008, yang telah menetapkan Peraturan Daerah bernomor 5 tahun 2007 dan
Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Timur nomor 6 tahun 2008.
Aspek Legal Konstitusional Lansia
Indonesia . Oleh Mohammad Adib.
Dua belas tahun peringatan Haluna (Hari Lansia
Nasional) pada 29 Mei tahun ini, mengangkat kesadaran sejumlah kalangan untuk
semakin memahami penjelasan yang lebih mendalam tentang sebab-musabab
pentingnya peringatan Haluna ini. Dalam kenyataan hari peringatan kepada
penduduk senior ini telah juga dilakukan oleh masyarakat dunia dalam the
International Day of Elderly People yang diperingati pada setiap tanggal 1
bulan Oktober. Itu berarti bahwa upaya untuk mempedulikan kepada Lansia semakin
menjadi kepedulian bersama, meskipun pada era millennium ketiga ini pembahasan
secara khusus kepada Lansia tidak termasuk dalam agenda MDGs (Millennium
Development Goals).Kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk menaruh kepedulian
kepada Lansia, yaitu penduduk yang telah berumur 60 tahun ke atas, di Indonesia
telah memperoleh payung hukumnya sehubungan dengan tuntutan berbagai fihak pada
pertengahan tahun 1990-an. Saat itu jumlah Lansia telah mencapai jumlah 9
persen lebih dan AHH (Angka Harapan Hidup) 66 tahun, dan akan terus meningkat
sejalan dengan keberhasilan pembangunan bidang kesehatan.Payung hukum sebagai
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan Lansia di Indonesia telah ditetapkan
ketentuan perundangannya antara lain berupa Undang Undang, Peraturan
Pemerintah, Kepment, Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur.
Ø Legal Konstitusional
Kepedulaian kepada peningkatan kesejahteraan Lansia di
nusantara ini dapat ditelusuri legalitasnya melalui peraturan perundangan yang
berlaku. Pertauran perundangan tersebut antara lain (i) Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390); (ii)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35); (iii)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495) yang berisi antara lain tentang
pelayanan kesejahteraan Lansia; (iv) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 190, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3796) yang memuat tentang hak-hak Lansia, kewajiban-peran serta
masyarakat dan pemerintah; (v) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3886) yang memuat antara lain tentang hak Lansia atas kesejahteraannya;
(vi) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Tahun 2003 Nomor 39); (vii) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang
Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4451); (viii) Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang berisi tentang aksesibilitas
di luar dan di dalam gedung bagi Lansia; (ix) Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4587); (x) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005
tentang Kelurahan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4588); (xi) Keputusan Menteri Sosial Nomor 10 / HUK / 1998,
tentang Lembaga-Lembaga Kesejahteraan Lanjut Usia; Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 08 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi
Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas
Ekonomi; (xii) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
(xiii) Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelayanan Publik di
Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa TimurTahun 2005 Nomor 5
Tahun 2005 seri E).
Ø Legal Regional
Di
Provinsi Jawa Timur kepedulian kepada Lansia secara terus-menerus dilakukan
sejak pertengahan 90-an melalui berbagai kajian dan pelatihan. Di Universitas
Airlangga melalui PPKP (Pusat Penelitian Kependudukan dan Pembangunan) LPPM
Unair penelitian dan pelatihan dilakukan kepada Lansia yang tinggal di Panti
Werda pada tahun 1994; pada tahun itu pula diterbitkan instruksi Gubernur Jawa
Timur untuk membentuk Karang Werda; melalui berbagai kegiatannya pula dapat
mendorong eksekutif dan legislatif untuk menetapkan payung hukum yang secara
legal-konstitusional mewadahi pelaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lansia. Melalui proses yang menelan waktu labih dari dua tahun, akhirnya pada
tahun 2007 secara resmi ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur
nomor 5 tahun 2007 tentang Kesejahteraan Lansia (Lembaran Daerah nomor 11 tahun
2007 seri E), yang ditindaklajuti oleh Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 6
tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Kesejahteraan Lansia. Pada tahun 2007 bulan
Februari, Gubernur juga telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor
188/36/KPTS/013/2007 tentang Komisi Provinsi Lanjut Usia Jawa Timur untuk masa
Jabatan 2007-2010, dengan enam tugas pokok yakni: (i) mengkoordinasikan
pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia; (ii) memberikan
saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam menyusun Kebijakan Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia; (iii) merumuskan dan memprogramkan rencana
kegiatan yang terkait dengan upaya pemberian kesejahteraan kepada para Lanjut
Usia baik berupa fisik materiil maupun mental spiritual; (iv) melakksanakan
program yang ditetapkan dengan berbedoman pada skala prioritas dan tetap
mengacu kepada ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (v)
mengkoordinasikan tugas-tugas keanggotaan secara terpadu dengan instansi
terkait dengan bidang tugas masing-masing; (vi) melaporkan hasil pelaksanaan
tugasnya kepada Gubernur Jawa Timur.
Propinsi Jawa Timur menetapkan Perda 5/2007 dan Pergub 6/2008 tersebut
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa populasi penduduk di propinsi paling
timur pulau Jawa ini antara lain struktur tua penduduknya telah melebihi 5
digit dari standar internasional 7 persen. Penduduk Lansia di Jawa Timur
berjumlah 4 juta (11%) dari tolal penduduk 37 juta jiwa dengan Angka Harapan
Hidup (AHH) 67 tahun (2004). Dari jumlah ini 80 persen tinggal di perdesaan.
Ø Legal di Tingkat Lokal dan Penguatan Kelembagaan
Perda 5/2007 ini memuat ketentuan kelembagaan dan
organisasi yang diuraikan pada bab VI pasal 39. Pasal 39 ayat 1, 2, 3, dan 4 Perda
ini dimuat: (i) Di Des/ Kelurahan dibentuk lembaga Karang Werda yang merupakan
wadah bagi kegiatan Lansia; (ii) Karang Werda merupakan lembaga sosial
kemasyarakatan mitra Pemerintah Desa atau Kelurahan dalam memberdayakan Lansia;
(iii) Pengkoordinasian Karang Werda dilakukan oleh Forum Kerjasama Karang Werda
yang merupakan jaringan kerjasama antar Karang Werda pada lingkup kecamatan;
(iv) Pembinaan Karang Werda dilakukan oleh Gubernur, Bupati, Walikota atau
pejabat yang ditunjuk.
Sedangkan untuk penguatan kelembagaan dan organisasi ini pada Pasal 40 ayat 1
dan 2 diatur tentang: (i) Dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial Lansia
di tingkat Provinsi, dapat dibentuk Komisi Lansia Provinsi dengan Keputusan
Gubernur; (ii) Komisi Lansia Provinsi pada dasarnya mempunyai tugas
mengkoordinasikan pelaksanaan upaya pengingkatan kesejahteraan Lansia,
memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam menyusun kebijakan
uapaya peningkatan kesejahteraan Lansia. Secara lebih terperinci Pergub 6/2008
Bab V Pasal 10 ayat 1-4 Tentang kelembagaan ini menegaskan bahwa (i) Gubernur
membentuk Komisi Provinsi Lansia untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun; (ii) Bupati
dan Walikota dalpat membentuk Komisi Kabupaten/Kota Lansia dengan Surat
Keputusan Bupati/Walikota; (iii) Gubernur melakukan pembinaan umum terhadap
Karang Werda dan lembaga Lansia lainnya sebagai lembaga kemasyarakatan di
tingkat desa dan kelurahan; dan (iv) Bupati dan Walikota melakukan pembinaan
teknis terhadap Karang Werda melalui Camat dan atau Kepala Desa/Kelurahan.
Berkenaan dengan penguatan kelembagaan dan koordinasi tersebut di tingkat desa
dan kelurahan telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang
Desa. Pada Pasal 89 PP 72/2005 ini dinyatakan bahwa: (1) Di Desa dapat dibentuk
lembaga kemasyarakatan; (2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa. Pada Pasal 90 PP
72/2005 ini juga dinyatakan bahwa Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 ayat (1) mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan
mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Adapun Peraturan Pemerintah nomor 73
tahun 2005 tentang Kelurahan, pada pasal 10 dinyatakan bahwa: (1) Di Kelurahan
dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan, dan (2) Pembentukan lembaga
kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa
masyarakat melalui musyawarah dan mufakat.
Melalui Permendagri Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penataan Lembaga
Kemasyarakatan, Pasal 2 ayat 1-4 ditegaskan bahwa (i) Di desa dan di kelurahan
dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan; (ii) Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk atas prakarsa masyarakat yang
difasilitasi Pemerintah melalui musyawarah mufakat; (iii) Pembentukan Lembaga
Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; (iv)
Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
F.
PERMASALAHAN YANG TIMBUL DAN CARA
MENANGGULANGINYA YANG ADA DI KALANGAN LANSIA.
Faktor resiko utama dibagi yang bisa
dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan.
a.
Faktor resiko utama yang tidak bisa dikendalikan diantaranya:
-
Keturunan, anak yang orang tuanya menerita penyakit kardiovaskuler akan lebih
besar kemungkinannya mendapatkan penyakit ini.
-
Jenis kelamin, pria beresiko lebih tinggi dari wanita
-
Usia, diatas 40 tahun beresiko lebih banyak terkena
b.
Faktor resiko utama yang bisa dikendalikan.
-Merokok
-Kadar
kolesterol yang tinggi dalam darah
-Tekanan
darah tinggi/hipertensi
-Pola
hidup dengan aktivitas fisik rendah.
c.
Faktor resiko pelengkap
-
Diabetes Mellitus (kencing manis)
-
Obesitas (kegemukan)
-
Stres
Karena
akibatnya yang fatal, maka pencegahan terhadap kejadian penyakit ini seharusnya
dikedepankan. Pencegahan penyakit jantung koroner terbagi atas dua bagian besar
yaitu pencegahan primer dansekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan
bagi orang yang belum terkena, sedang pencegahan sekunder adalah pencegahan
bagi yang sudah atau sedang terkena PJK (Penyakit Jantung Koroner).
Yang
termasuk dalam pencegahan primer:
- Berhenti
merokok
- Kontrol
tekanan darah
- Kontrol
kadar kolesterol darah
-
Aktivitas fisik
- Kontrol
berat badan
- Terapi
hormon
Pencegahan
sekunder hampir sama dengan pencegahan primer. Perbedaannya terletak pada
pemeriksaan kadar lipid darah (LDL [Low Density Lipoprotein]/HDL [High
Density Lipoprotein]).
·
Penyakit
sistem endokrin (hormonal)
Hampir
semua proses produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim, dan enzim
ini dipengaruhi oleh proses menua. Manifestasi gangguan sistem endokrin
diantaranya
1.
Diabetes melitus (kencing manis)
Dari
berbagai penelitian disepakati adanya kenaikan gula darah dengan usia, jadi
toleransi glukosa menurun. Menurunnya toleransi glukosa pada usia lanjut ini
berhubungan dengan berkurangnya sensitivitas sel terhadap insulin (resistensi
insulin).
Faktor
risiko terjadinya diabetes yang perlu diperbaiki diantaranya hipertensi,
merokok, obesitas, pola makan.
Pengelolaan
diabetes dengan cara mengupayakan keadaan kadar gula darah menjadi normal,
dengan cara pemberian obat-obat diabetes, suntikan insulin. Yang tidak boleh ditinggalkan
adalah mengatur pola makan, dan olahraga.
2. Hormon
seks pada usia lanjut
Apabila
seorang wanita mendekati masa menopause, menstruasi mulai tak teratur. Dari
berbagai dampak menopause, yang diakibatkan oleh penurunan hormon estrogen,
mungkin osteoporosis paling penting, disamping kelainan jantung dan pembuluh
darah. Sering wanita juga merasa sakit saat melakukan hubungan intim.
Penggunaan hormon estrogen pengganti dapat mengurangi keluhan yang timbul.
Pada pria,
memang ada penurunan libido dan kegiatan seks yang berhubungan dengan penurunan
hormon testosteron. Tetapi kapasitas reproduksi dapat bertahan sampai usia
uzur.
·
Rematik
Proses
menua mempengaruhi juga sistem otot dan persendian, dengan kemungkinan
timbulnya penyakit rematik. Penyakit rematik yang sering menyertai usia lanjut
adalah osteoartritis. Kejadian penyakit ini meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia. Rematik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga
fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna
mengaktifkan fungsi otot. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau
menderita rematik. Bagaimana timbulnya rematik ini sampai sekarang belum
sepenuhnya dapat dimengerti.
Rematik
bukan merupakan satu penyakit , tapi merupakan suatu sindrom. Rematik dapat
terungkap sebagai suatu sindrom atau tanda. Ada tiga keluhan utama pada sistem
otot dan sendi yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya
tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi, kelemahan otot, dan gangguan gerak.
·
Ginjal
dan hipertensi pada usia lanjut.
Setelah
umur 30 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan ginjal dan pada usia 60 tahun
kemampuan ginjal menurun menjadi tinggal 50% dari kapasitas fungsinya pada usia
30 tahun. Ini disebabkan proses fisiologi berupa berkurangnya jumlah nefron
(sel-sel pada ginjal) dan tidak ada kemampuan regenerasi.
·
Stroke
Menurut
kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional
otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian
karena gangguan peredaran darah otak.
Di seluruh
bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi usia
lanjut. Insidens pada usia 75-84 th sekitar 10 kali dari populasi 55-64 tahun.
Di Inggris dan Amerika stroke merupakan penyebab kematian kedua setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyebab utama kecacatan. Dengan makin meningkatnya
upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi, diabetes melitus dan gangguan
lemak, insidens stroke di negara-negara maju makin menurun.
Faktor
resiko terjadinya stroke diantaranya:
- Usia
- Hipertensi
- Diabetes melitus
- Hiperlipidemia
- Berbagai kelainan jantung
antara lain gangguan irama, infark miokard akut atau Karena akibat yang
ditimbulkan, pencegahan menjadi sangat penting.
o Hipertensi:
diet, obat anti hipertensi
o Diabetes/kencing
manis: diet, OAD (Obat Anti Diabetes).
o Penyakit
jantung:diet, obat jantung.
o Dislipidemia:
diet rendah lemak
o Berhenti
merokok
o Hindari
alkohol, kegemukan, kurang gerak
o Diet
rendah asam urat
o Atasi/hindari
stres
Apabila
sudah terkena stroke, peran keluarga menjadi sangat penting.
Sulit
untuk meramalkan kecepatan penyembuhan pada pasien stroke, karena sangat
berhubungan dengan keadaan umum saat serangan terjadi, apakah pasien sadar atau
tidak sadar, derajat kelainan neurologisnya (saraf), faktor resiko, serangan
pertama atau berulang. Dengan terapi yang baik, sel otak yang utuh akan
mengambil alih fungsi otak yang rusak untuk aneka tugas.
Tidak
kalah penting untuk pasien stroke adalah tindakan rehabilitasi agar pasien
kembali percaya diri, yakin dapat melakukan aktivitas sehari-hari, belajar cara
baru untuk mengatasi keterbatasannya.
·
Gejala
mudah lupa
Waspadalah
jika anda sering lupa nama orang orang, benda, tempat, kejadian, bahkan pada
apa yang baru anda katakan. Bisa jadi itu merupakan tanda awal demensia yang
bisa berlanjut menjadi alzheimer.
Demensia
atau pikun bukan penyakit, melainkan gejala yang ditandai dengan turunnya daya
ingat, fungsi kognitif, serta perubahan perilaku atau kepribadian. Pikun sering
dianggap normal pada orang lanjut usia seiring dengan proses menuanya otak.
Tetapi jika gejala itu menimpa orang setengah baya hingga menyebabkannya
tergantung pada orang lain, perlu dicurigai sesuatu telah terjadi pada otaknya.
Penyakit
alzheimer diawali dengan sering lupa, artikulasi tidak jelas, bicara tidak
lancar, sering mengulang, salah mengerti, sulit mengikuti pembicaraan.Pada fase
lanjut, alzheimer menyebabkan bicara tak teratur, kehilangan ketrampilan,
misalnya tidak bisa memegang sesuatu, tak mampu berpakaian, walau tak lumpuh.
Penderita mulai tak mengenal orang dan lingkungan. Seringkali kepribadiannya
berubah, misalnya menjadi apatis, mudah tersinggung. Perjalanan penyakit
alzheimer diawali dengan keluhan dan gejala samar pada stadium pertama sampai
penderita meninggal, memerlukan waktu sekitar tujuh hingga sepuluh tahun. Namun
demikian, ada yang bertahan sampai 10 tahun lebih. Alzheimer tak dapat
disembuhkan hanya diperlambat keparahannya dengan memberikan vitamin E. Karena
itu gejalanya perlu dideteksi secara dini agar cepat ditanggulangi.
Perlu
persiapan mental keluarga untuk menghadapi akibat kemunduran yang terjadi.
Kunci penanganan difokuskan pada apa yang masih bisa dilakukan dan dinikmati
penderita. Dengan demikian kemunduran bisa diperlambat.
·
Proses
penuaan kulit.
Proses
menua pada kulit dan wajah tidak sama pada setiap orang. Ada yang mengalami
lebih awal disebut premature aging, ada pula yang mengalami lebih lambat
disebut awet muda.
Orang bisa
mengurangi penuaan dini dengan menghambat proses penuaan yang disebabkan oleh
faktor luar. Sinar matahari, suhu udara, kelembapan udara yang rendah, suhu
dingin, ruangan ber-AC dan angin akan mempercepat penguapan air dari kulit.
Cara perawatan kulit yang salah antara lain menggunakan kosmetika yang tidak
sesuai dengan kondisi kulit, sabun yang mengandung kadar alkohol tinggi pada
jenis kulit kering atau normal akan menghilangkan lemak permukaan kulit
sehingga menambah kekeringan kulit.
Proses
penuaan dini dapat dicegah dengan cara hidup sehat, misalnya tidak merokok dan
minum-minuman keras. Kurangi juga pemakaian zat pengawet dan pewarna makanan.
Perbaiki gizi yang buruk dan perbanyak konsumsi vitamin. Dan yang lebih
penting, tersenyumlah terus agar otot-otot muka lebih rileks.
Sepanjang
hidup tulang mengalami perusakan dan pembentukan yang berjalan bersama-sama
sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan
(proses remodelling). Proses ini akan sangat cepat pada usia remaja. Apabila
hasil akhir perusakan lebih besar dari pembentukan maka akan timbul
osteoporosis.
Osteoporosis
adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian sehingga dengan
trauma minimal tulang akan patah. Penurunan massa tulang ini sebagai akibat
dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan, atau kombinasi keduanya.
Osteoporosis merupakan kelainan pada kerangka tulang manusia usia lanjut. Ini
terutama terjadi pada wanita setelah haid berhenti (menopause). Tulang menjadi
tipis, rapuh dan mudah patah akibat kekurangan kalsium.
Gejala
osteoporosis pada usia lanjut bervariasi, beberapa tidak menunjukkan gejala
klasik berupa nyeri punggung. Nyeri dipicu oleh adanya stres (fisik),
seringkali akan hilang dengan sendirinya setelah 4-6 minggu. Ada juga yang
menimbulkan gejala patah tulang, turunnya tinggi badan, bungkuk punggung.
Untuk
mencegah patah tulang karena osteoporosis ada beberapa faktor resiko yang dapat
diatasi, dikurangi, atau dihilangkan. Faktor resiko tersebut antara lain
kehilangan hormon estrogen karena menopause, atau operasi indung telur, tidak
adanya kegiatan fisik selama hidup, kecelakaan (jatuh), kekurangan kalsium
dalam diet, dan kehilangan kalsium dari kerangka tulang.
·
Aspek
seksualitas
Aktivitas
seksual tetap merupakan kebutuhan bagi lansia. Penelitian akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa:
* Banyak
golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan
pasangan.
*
Aktivitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat
berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
Meskipun
aktivitas seksual tetap merupakan kebutuhan bagi lansia, berbagai hambatan baik
eksternal maupun internal menyebabkan kegiatan ini tidak dapat dilakukan oleh
semua lansia.
Hambatan
eksternal,datang dari lingkungan, biasanya berupa pandangan sosial yang
menganggap aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para
lansia. Pada lansia yang berada di institusi, misalnya di panti wredha,
hambatan terutama karena peraturan dan ketiadaan privasi di institusi tersebut.
Hambatan
internal,dari lansianya sendiri, secara psikologis, misalnya lansia merasa
sudah tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan menarik, pandangan sosial
tentang seksualitas pada usia lanjut, baik yang masih mempunyai pasangan
terlebih pada mereka yang sudah menjanda/menduda menyebabkan keinginan dalam
diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketisakmampuan
fisik, yang dikenal sebagai impotensia (disfungsi ereksi). Berbagai penyakit
yang sering diderita lansia dan obat-obatan yang diminumnya sering merupakan
penyebab terjadinya DE.
Disfungsi
ereksi dibedakan menjadi dua bagian besar:
* DE organik,
akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
* DE
psikologik, biasanya karena kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah
perkawinan, akibat rasa takut gagal dalam hubungan seksual.
Pada
disfungsi ereksi, terapi yang diberikan dapat berupa:
- terapi
psikologik
-
Obat-obatan
-
Pengobatan dengan alat vakum
-
Pembedahan, baik pembedahan vaskuler atau untuk pemasangan prostesis penis.
Olahraga
dan kebugaran pada usia lanjut
Pada orang lanjut usia (lansia)
banyak dari organ-organ tubuh yang mulai mengalami proses degenerasi atau
menua. Terjadi penurunan massa otot serta kekuatannya, laju denyut jantung
maksimal, kapasitas aerobik, dan terjadinya peningkatan lemak tubuh. Bukti-bukti
yang ada menunjukkan bahwa latihan dan olahraga pada lansia dapat mencegah atau
melambatkan kehilangan fungsional tersebut, bahkan latihan yang teratur dapat
memperbaiki kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit
kardiovaskuler
Salah satu pendapat untuk menurunkan
kematian dan kecacatan para lansia adalah dengan cara meningkatkan satu tahap
saja dari keadaan aktivitas sebelumnya. Jadi lansia yang sebelumnya inaktif
menjadi kadang aktif, lansia yang sebelumnya kadang aktif menjadi melakukan
aktivitas secara teratur, dan yang sebelumnya telah melakukan aktivitas teratur
kemudian melakukan olahraga secara teratur. Untuk memberikan hasil yang
maksimal, semua kegiatan olahraga harus dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan.
Resiko yang perlu diperhatikan dari
latihan atau olahraga bagi usia lanjut adalah kematian mendadak, perlukaan, dan
osteoarthiritis (radang tulang dan sendi). Yang paling serius, meskipun jarang
terjadi adalah kematian mendadak yang didefinisikan sebagai kematian yang terjadi
selama melakukan latihan atau dalam waktu satu jam setelah selesai latihan.
Resiko terjadinya kematian mendadak sangat kecil. Kebanyakan karena gangguan
jantung (cardiac death), diantaranya penyakit arteri koroner yang telah
diderita lama.
Perlukaan saat latihan sering
terjadi pada latihan/olahraga terorganisasi, sebagai akibat latihan yang
berlebihan (overuse). Yang paling sering terkena adalah sendi
pergelangan kaki. Perlukaan juga lebih sering terjadi pada latihan berimpak
tinggi (jogging/menari) dibanding latihan yang berimpak rendah (berjalan kaki).
Data menunjukkan wanita lebih sering mendapat
Karena
resiko yang ada, maka sebelum melakukan aktivitas/olahraga dianjurkan untuk
melakukan berbagai evaluasi atas keadaan fisik dan kesehatan lansia, selain
untuk menjaga kemungkinan komplikasi yang terjadi, juga untuk menilai berbagai
jenis latihan mana yang sesuai bagi individu lansia tersebut.
·
Gizi pada
usia lanjut
Lansia,
seperti juga tahapan-tahapan usia yang lain dapat mengalami baik keadaan gizi
lebih maupun kekurangan gizi. Terjadinya kekurangan gizi pada lansia oleh
karena sebab primer maupun sekunder. Sebab-sebab yang bersifat primer meliputi
ketidaktahuan, isolasi sosial, hidup seorang sendiri, baru kehilangan pasangan
hidup, gangguan fisik,gangguan mental, kemiskinan. Sebab sekunder meliputi
gangguan nafsu makan/selera, gangguan mengunyah,malabsorpsi,obat-obatan,
peningkatan kebutuhan zat gizi serta alkoholisme.
Untuk
memenuhi status gizi lansia, Departemen Kesehatan telah menyusun pedoman umum
gizi seimbang bagi lansia dengan mempertimbangkan pengurangan berbagai resiko
penyakit degeneratif yang dihadapi lansia. Pedoman umum tersebut meliputi:
Makanlah
aneka ragam makanan
Mengkonsumsi
berbagai bahan makanan secara bergantian akan menurunkan kemungkinan kekurangan
gizi tertentu.
- Makanlah sumber karbohidrat
kompleks (serealia, umbi) dalam jumlah sesuai dengan anjuran. Tujuannya
adalah menjamin cukup serat.
- Batasi konsumsi lemak dan
minyak secara berlebihan. Gunakan minyak nabati seperti kacang-kacangan.
- Makanlah sumber zat besi
secara cukup, bergantian antara sumber hewani dan nabati.
- Minum air bersih, dan cukup
jumlahnya.
- Kurangi konsumsi makanan yang
tinggi gula murni dan lemak.
- Perbanyak frekuensi konsumsi
hewan laut dalam menu harian. Lemak tak jenuh omega-3 yang banyak pada
golongan ikan terbukti memberikan perlindungan terhadap arterosklerosis.
- Gunakan garam beryodium, namun
batasi penggunaan garam.
- Perbanyak konsumsi sayur dan
buah berwarna hijau, kuning, oranye karena banyak mengandung serat,
vitamin C, provitamin A, dan vitamin E yang melindungi sel-sel tubuh dari
kerusakan yang terjadi secara dini.