Sabtu, 24 Maret 2012

kesejahteraan lanjut usia


BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN MANULA

Menjadi tua seharusnya bukan untuk ditakuti tapi untuk dinikmati dan hal tersebut merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Semakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup masyarakatnya dan pada gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Seperti dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jompo adalah tua sekali dan sudah lemah fisiknya sehingga tidak mampu mencari nafkah sendiri dsb; tua renta; uzur. Sedangkan Lansia diartikan  .Berdasarkan definisi diatas  Jompo, Lansia, dan  Manula sekilas memang memiliki makna yang sama, tapi tidak semua manula atau lansia  adalah jompo banyak lansia yang fisiknya masih kuat dan masih mampu memenuhi kebutuhan sehari- harinya. Dan lansia tidak hanya dipergunakan untuk manusia yang telah lanjut usia.
Banyak sekali definisi manula, tapi pada penelitian ini dibahas manula menurut ilmu kedokteran.
Dikutip dalam situs Departemen Kesehatan, menurut Kedokteran Olahraga manula sangat tergantung pada kondisi fisik individu. Jika dia baru berusia 50 tahun, namun secara fisik sudah renta seperti penurunan massa otot, yang berakibat tubuhnya jadi mengecil, respons tubuh berkurang, jalan tertatih – tatih., dia bisa dikategorikan sebagai manula. Ada tiga tahapan manula menurut kedokteran olahraga, yaitu umur 50-60 tahun, umur 61-70 tahun, dan 71 tahun ke atas.
Menurut Depkes RI sebagaimana dikutip oleh Dr. Zainnudin Sri Kuncoro dalam e-psikologi masalah kesehatan fisik lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis yaitu berkenaan dengan ilmu biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup seperti jaringan, organ atau sel , psikologis yaitu berkaitan dengan ilmu psikologis yang mempelajari proses- proses mental baik yamg normal maupun abnormal dan pengaruhnya terhadap prilaku , sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif yaitu yang bersifat pencegahan , kuratif yaitu pertolongan penyembuhan dan rehabilitatif yaitu mengembalikan pada keadaan yang sebelumnya serta psikososial  yang menyertai kehidupan lansia.
Berikut adalah ciri- ciri manula secara fisik adalah:
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia, seperti kurangnya pendengaran, jarak pandang.
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif,
3. Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, gigi rontok, tulang rapuh, dsb.
Menurut Psikogeriatri yaitu adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.   Ciri - ciri manula secara psikososial dinyatakan krisis apabila:
1. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
2. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
3. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
B.           PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG LANJUT USIA
Deputi Menkokesra Empat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lanjut usia, yaitu :
1.               Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Yang menjadi dasar pertimbangan dalam undang-undang ini, antara lain adalah ”bahwa pelaksanaan pembangunan yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapah hidup makin meningkat,  sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah”. Selanjutnya dalam ketentuan umum, memuat ketentuan-ketentuan yang antara lain dimuat mengenai pengertian lanjut usia, yaitu seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Asas peningkatan kesejahteraan lanjut usia adalah keimanan, dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan. Dengan arah agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia, dan kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraannya. Selanjutnya tujuan dari semua itu adalah untuk memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan yang meliputi :
Ø  pelayanan keagamaan dan mental spiritual
Ø  pelayanan kesehatan
Ø  pelayanan kesempatan kerja
Ø  pelayanan pendidikan dan pelatihan
Ø  kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum
Ø  kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum
Ø  perlindungan sosial
Ø  bantuan sosial
Dalam undang-undang juga diatur bahwa Lansia mempunyai kewajiban, yaitu :
membimbing dan memberi nasihat secara arif dan bijaksana berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, terutama di lingkungan keluarganya dalam rangka menjaga martabat dan meningkatkan kesejahteraannya;mengamalkan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya kepada generasi penerus;memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan kepada generasi penerus.
Siapa yang mempunyai tugas dan tanggungjawab ?
Pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Sedangkan pemerintah, masyarakat dan keluarga bertanggungjawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, meliputi :
Ø  Pelayanan keagamaan dan mental spiritual, antara lain adalah pembangunan sarana ibadah dengan penyediaan aksesibilitas bagi lanjut usia.
Ø  Pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik.
Ø  Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus.
Ø  Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, yang dalam hal ini pelayanan administrasi pemberintahan, adalah untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk seumur hidup, memperoleh pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket untuk tempat rekreasi, penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia. Selain itu juga diatur dalam penyediaan aksesibilitas lanjut usia pada bangunan umum, jalan umum, pertamanan dan tempat rekreasi, angkutan umum. Ketentuan mengenai pemberian kemudahan dalam melakukan perjalanan diatur lebih lanjut oleh Menteri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
  1. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.
Ø  Keanggotaan Komisi Lanjut Usia terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat yang berjumlah paling banyak 25 orang.
Ø  Unsur pemerintah adalah pejabat yang mewakili dan bertanggungjawab di bidang kesejahteraan rakyat, kesehatan, sosial, kependudukan dan keluarga berencana, ketenagakerjaan, pendidikan nasional, agama, permukiman dan prasarana wilayah, pemberdayaan perempuan, kebudayaan dan pariwisata, perhubungan, pemerintahan dalam negeri.
Unsur masyarakat adalah merupakan wakil dari organisasi masyarakat yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial lanjut usia, perguruan tinggi, dan dunia usaha.
Ø  Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat dibentuk Komisi Provinsi/Kabupaten/Kota Lanjut Usia.
Ø  Pembentukan Komisi Daerah Lanjut Usia ditetapkan oleh Gubernur pada tingkat provinsi, dan oleh Bupati/Walikota pada tingkat kabupaten/kota.
Keputusan Presiden Nomor 93/M Tahun 2005 Tentang Keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia.
a.       Pengangkatan anggota Komnas Lansia oleh Presiden.
b. Pelaksanaan lebih lanjut dilakukan oleh Menteri Sosial
C.    PERDA PERLINDUNGAN LANSIA April 13, 2007
Komisi E (kesra) DPRD Jatim sedang menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Lansia. Masyarakat perlu memberi apresiasi terhadap rencana perlindungan terhadap anggota masyarakat yang berusia 60 tahun keatas tersebut. Karena tanggung jawab terhadap lansia merupakan kewajiban bagi pemerintah, masyarakat dan keluarga. Lansia juga punya hak sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perspektif itu tercantum dalam UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Menurut data terakhir di Jatim, jumlah lansia mencapai 5.490.370 orang. Dari jumlah itu terdapat 2.712.976 orang (49,41 persen) dalam kondisi terurus. Sisanya, lebih dari separuh, yakni 50,01 persen termasuk dalam kondisi lansia terlantar. Potensi lansia terlantar ini bisa bertambah lagi, sebab saat ini terdapat 31.704 (0,58 persen) yang masuk kategori rawan terlantar.Kondisi tersebut menjadi alasan strategis untuk melindungi lansia dalam payung hukum berupa Perda. Meskipun secara nasional sudah terdapat beberapa landasan konstitusi yang memihak kepada nasib lansia. Antara lain UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, PP Nomor 43 Tahun 2004 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 1998, PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pembinaan Karang Werda, Keppres Nomor 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lansia. Bahkan, substansi dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah juga mengatur tanggung jawab pemda propinsi, kabupaten/kota terhadap lansia. Sehingga, perlindungan terhadap lansia di Jatim yang diwujudkan dalam sebuah Perda merupakan kebutuhan riil sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan diatasnya. Langkah itu merupakan peningkatan kualitas secara yuridis dari beberapa kebijakan Pemda Jatim yang mengatur perlakuan terhadap lansia. Jauh sebelum UU Nomor 13 Tahun 1998 diterbitkan, sebenarnya sudah ada kebijakan Pemda Jatim yang memihak kepada lansia. Hal itu dapat dilihat dari terbitnya Instruksi Gubernur Nomor 14 Tahun 1991 yang mengatur pemberian KTP seumur hidup bagi lansia. Tiga tahun berikutnya juga terbit Instruksi Gubernur Nomor 28 Tahun 1994 tentang Pembinaan Lansia. Selama tahun 1996 juga disusuli terbitnya kebijakan berikutnya berupa keputusan gubernur. Antara lain Kepgub Nomor 65 Tahun 1996 tentang Pembentukan Karang Werda, dan Kepgub Nomor 120 Tahun 1996 tentang Penerbitan Majalah Lansia. Menurut saya, substansi dari instruksi dan keputusan gubernur tersebut harus diadopsi dalam Perda Perlindungan Lansia. Adopsi ketentuan tersebut tentunya harus lebih disempurnakan sehingga isinya lebih tajam dan signifikan senafas dengan tujuan dikeluarkan Perda. Yang patut didukung adalah dalam draf Raperda sudah tercantum ancaman sanksi bagi pejabat pelayanan publik, pengusaha jasa transportasi, dan tempat wisata apabila mengabaikan hak-hak lansia. Jika terbukti mereka melakukan pelanggaran Perda Perlindungan Lansia, bisa dikenakan sanksi denda Rp 50 juta atau kurungan enam bulan.
Pelanggaran itu bisa berupa tidak dipenuhinya potongan harga tiket kendaraan umum maupun tempat wisata bagi lansia. Disamping itu juga diatur mengenai para penyelenggara pelayanan publik diharuskan memberikan kemudahan kepada lansia. Sanksinya berupa sanksi administratif dan pidana. Sanksi adminsitratif bisa berupa teguran lisan, tertulis, dan yang terparah adalah pencabutan ijin pelayanan. Sanksi pidana diberikan bila pelanggaran yang dikategorikan sebagai pelanggaran hukum pidana. Ada pula ketentuan sanksi pidana bagi pihak-pihak yang sengaja melakukan ekploitasi, tindak kekerasan, penelantaran, penyimpangan seksual, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan penderitaan lansia. Jika Perda ini ingin benar-benar signifikan dalam memberikan perlindungan kepada lansia, maka perlu dimasukkan beberapa unsur penting. Pertama, kewajiban lansia terhadap generasi muda. Sesuai dengan budaya masyarakat yang sudah turun menurun, orang tua (termasuk lansia) memiliki kewajiban membimbing, menasehati, mengamalkan ilmu pengetahuan, memberi teladan yang baik. Perlunya mencantumkan kewajiban lansia dalam Perda tersebut tanpa mengurangi hak mereka untuk mendapat pelayanan kesejahteraan sebagai lansia. Pelayanan kesejahteraan itu meliputi bidang keagamaan, kesehatan, kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan, perlindungan sosial, dan batuan sosial.
Di perguruan tinggi sudah diterapkan bagaimana lansia mendapatkan peran secara proporsional. Keberadaan guru besar emeritus menjadi bukti nyata tentang kewajiban lansia dalam mengamalkan ilmu pengetahuan. Hal itu juga termasuk memenuhi unsur terbukanya kesempatan kerja bagi lansia yang sudah pensiun dari statusnya sebagai guru besar. Tentang kewajiban lansia dalam memberi teladan yang baik kepada generasi muda, tentu ada kaitannya dengan perlakuan hukum yang sama terhadap semua orang, termasuk lansia. Sehingga generasi muda punya alasan moral dan yuridis untuk tidak meniru kelakukan lansia yang kebetulan menjadi pelaku tindak pidana korupsi, misalnya. Perda juga memberikan ruang bagi media massa dan organisasi advokat untuk ikut berkiprah dalam memberikan pelayanan dan perlindungan bagi lansia. Misalnya, ada pasal yang mengatur himbauan (bila perlu diwajibkan) bagi media massa yang terbit di Jatim memberikan ruang/rubrik khusus lansia. Himbauan yang sama juga berlaku bagi organisasi advokat untuk mendirikan divisi khusus yang membela lansia. Yang dimaksud adalah lansia yang menjadi korban pihak lain sebagaimana diatur dalam Perda.
D.    PENGERTIAN PANTI JOMPO
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata panti jompo diartikan sebagai tempat merawat dan menampung jompo, dan Perda No, 15 Tahun 2002 mengenai Perubahan atas Perda No. 15 Tahun 2000 Tentang Dinas Daerah, maka Panti Sosial Tresna Werdha berganti nama menjadi Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha. Tetapi dalam skripsi ini tetap menggunakan panti jompo sebagai objek penelitian.
Fasilitas untuk panti jompo diatur dalam Peraturan Perundang- Undangan dan Penyelenggaraan Penyandang Cacat Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 yang mencangkup akses ke dan dari dalam bangunan, pintu, tangga, lift, tempat parkir, toilet dan beberapa lainnya dalam aksebilitas pada bangunan umum. Dalam Departemen Sosial manula dimasukkan kedalam kategori penyandang cacat, mental maupun fisik.
            Meningkatnya usia harapan hidup manusia diikuti dengan bertambahnya jumlah lanjut usia. Hal ini dapat dilihat data pada tahun 2006 dari Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat bahwa jumlah lanjut usia terlantar di Jawa Barat seluruhnya 2.880.548 jiwa, dan pada tahun 2020 jumlah populasi lansia diperkirakan mencapai 28 juta jiwa yang mencapai usia 71 tahun, sehingga perlu diimbangi dengan penyediaan salah satunya adalah Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) yang merupakan unit pelaksana tekhnik dinas, dilingkungan Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat  yang memberikan perlindungan bagi lanjut usia. Selain itu penyelenggaraan Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) merupakan salah satu respon terhadap berkembangnya jumlah dan masalah pada lansia, dan dipastikan makin diperlukan seiring dengan meningkatnya jumlah lansia bersama masalahnya. Oleh karena itu keberadaan BPSTW tidak semata – mata sebagai sebuah unit yang memberikan pelayanan bagi lansia juga sebagai  lembaga perlindungan perawatan serta pengembangan dan pemberdayaan lansia, hal ini sesuai dengan Undang- undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Selain itu balai ini juga merupakan sasaran penelitian dan pendidikan bagi perguruan tinggi dan masyarakat luas yang ingin mengetahui lebih jauh tentang lansia.
         Di wilayah Bandung sendiri terdapat 8 panti baik yang dikelola pihak pemerintah maupun pihak swasta, yang berada dalam lingkungan rumah sakit atau sarana peribadatan, dan berikut ini adalah panti – panti dikota Bandung :
                                                                    
Nama Panti
Status Kepemilikan/ Kepengurusan
Lokasi Panti
Kota Bandung
Asuhan Bunda
Swasta
Jl. Kartika Raya I no, 20 Geger kalong
Senja Rawi
Swasta
Jl. Jeruk no. 7
Najaret St. Yusuf
Swasta
Jl. Cikutra no. 7
Priyangan I( Sekertariat)
Swasta
Jl. Kenari no. 5
Budi Pertiwi
Swasta
Jl. Sancang no. 2
Laswi
Swasta
Jl. Caringin Gg. Lumbung
Kabupaten Bandung
Paku Tandang (Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay)
Pemerintah
Jl. Raya Pacet No. 186, Ciparay
Bakti Pertiwi
Swasta
Jl. Laswi raya Baleendah
Priyangan II ( Panti)
Swasta
Jl. Caramel No. 56 Batu Reog Lembang
Tabel 2: Nama dan Lokasi PSTW di Bandung

Sangat beruntung bagi manula yang masih memiliki anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia.
Sesuatu pasti memiliki sisi positif dan negatif, begitu pula dengan panti jompo. Sampai saat ini, panti sosial tresna werdha (PSTW) masih bercitra agak negatif. Selain karena tempatnya yang dikonotasikan dengan kekumuhan, panti juga disebut-sebut sebagai tempat pembuangan lansia. Dan salah satu sisi positif panti jompo adalah sebagai tempat bersosialisasi manula sehingga dapat membuat manula tidak merasa kesepian atau merasa dibuang. Selain itu juga ditempat ini manula banyak memiliki atau dilibatkan dalam sebuah aktifitas yang melibatkan fisik dan mentalnya agar selalu terjaga juga sebagai sarana penghibur, contohnya senam sehat, melakukan hobi seperti kerajinan tangan atau sekedar membaca.
·        Tinjauan Kenyamanan Bangunan Panti Jompo

           Nyaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segar; sehat. Sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan.Dan kenyamanan sebuah bangunan diatur dalam Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002 Tanggal 16 Desember 2002, Bagian Keempat Pasal 26 ayat 1 sampai dengan ayat 7.
Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002  tentang Persyaratan Kendala Bangunan Gedung, Paragraf 4 pasal 26 yaitu ayat (1) Persyaratan  kenyamanan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat (6) meliputi kenyamanan ruang gerak, dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran, dan tingkat kebisingan. Hal- hal tersebut menjadi syarat minimal kenyamanan sebuah gedung, terlebih bagi sebuah bangunan panti jompo.  
·        Kenyamanan Ruang Gerak
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (2) yaitu tentang Kenyamanan Ruang Gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruang.
Ayat ini menjelaskan bagaimana dimensi ruang yang benar dan tata letak ruang atau organisasi ruang yang tepat dalam hal ini khususnya ruang kumpul, sehingga manula sebagai user dapat bergerak dengan nyaman dalam ruangan. Baik manula dengan kursi roda, dengan alat bantu jalan atau manula dengan kondisi normal.
·        Kenyamanan Hubungan Antar Ruang
            Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (3) yaitu tentang Kenyamanan Hubungan Antar Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
Maksud dari ayat tersebut adalah kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang atau organisasi ruang dan kenyamanan yang diperoleh dari kemudahan mencapai ruang lain atau bangunan lain melalui sirkulasi ruang horizontal maupun vertikal.
Dalam perencanaan sebuah fasilitas dalam hal ini panti jompo khususnya, kebutuhan ruang akan menentukan bagaimana organisasi ruang sesuai kebutuhannya. Contohnya seperti gambar dibawah ini sebaiknya ruang tidur, kamar mandi, ruang makan, dan ruang kumpul jaraknya tidak terlalu berjauhan. Karena ruang- ruang tersebut adalah ruang yang sering dipergunakan oleh manula dalam beraktifitas.


Kamar Mandi
 

R. Tidur
R. Makan
R. Tidur
R. Kumpul
 

Gambar 5: Gambar hubungan antar ruang diwisma panti jompo
Selain masalah organisasi ruang,  ayat ini mengatur masalah sirkulasi antar ruang, yang tersiri dari sirkulasi ruang secara horizontal maupun vertikal. Yang dimaksud dengan sirkulasi ruang horizontal adalah koridor, ramp atau tanjakan akses juga tangga. Sedangkan sirkulasi vertikal adalah lift atau eskalator, fasilitas tersebut khususnya lift dibutuhkan apabila gedung terdiri dari empat lantai. Menurut Julius Panero, bagi sirkulasi horizontal ukuran yang dibutuhkan adalah:
1. Lebar minimal koridor yang dibutuhkan untuk satu jalur adalah 91,4 cm, koridor dengan lebar sekian dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda. Sedangkan lebar minimal koridor untuk dua jalur adalah 42 inci (106,7 cm), sedangkan untuk lebar maksimal adalah 60 inci (152,4 cm), dengan lebar tersebut dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda, manula dengan alat bantu jalan maupun manula dengan keadaan normal.
2. Sedangkan dimensi pintu untuk manula dalam berbagai kondisi baik normal maupun berkursi roda yaitu dengan lebar pintu selebar 32 inci (81,3 cm), dengan ketinggian  210 cm.
3. Untuk ukuran tangga yang diperlukan dengan dua jalur adalah 68 inci (172,7 cm). Dengan ukuran pelangkah selebar 30 cm, penaik 16 cm dan pada setiap pinggiran anak tangga diberi garis warna yang berbeda. Juga dilengkapi dengan reilling dikedua sisi tangga. Untuk tinggi reilling sendiri yaitu 30-34 inci (76,2-86,4 cm). Sedangkan untuk jarak reilling dengan dinding minimal 2 inci atau 5,1 cm,  dan tebal reillingnya sendiri berdiameter 1,5 inci atau 3,8 cm.
4.  Ramp atau lebih dikenal dengan tanjakan akses sangat diperlukan untuk akses bangunan bagi orang cacat atau manula. Ramp ini dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda maupun alat bantu jalan. Panjang maksimal untuk ramp ini adalah  30 kaki atau setara dengan 9 m. Dengan kemiringan 1:12. Ramp ini juga wajib dilengkapi dengan 2 reilling dengan ketinggian yang berbeda. Untuk reilling bawah setinggi 18-20 inci atau setara dengan 45,7-50,8 cm, sedang untuk reilling atas setinggi 33-34 inci atau setara dengan 83,8-86,4 cm. Reiling bagian bawah diperuntukkan untuk mempermudah manula atau orang cacat dengan kursi roda.
Penempatan atau pemasangan reilling sangat diperlukan sepanjang jalur atau ruang yang sering dilalui atau digunakan manula. Selain kenyamanan, keamanan bergerak pun harus diperhatikan menurut NSA( National Institute of Aging) jalan yang dilalui manula harus teratur, terbebas dari kabel listrik dan telepon, permadani yang dipasang harus terekat kuat dilantai dan memiliki tekstur yang kasar dan tidak berjumbai, hal ini diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan khususnya dirumah. Sehingga manula selain nyaman, manula pun aman bergerak dalam bangunan tersebut.
·        Kenyamanan Kondisi Udara
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (4) yaitu tentang Kenyamanan Kondisi Udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban didalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
Ayat diatas menerangkan tentang suhu dan kelembaban yang tepat agar mendapatkan kenyamanan. Suhu yang nyaman untuk tubuh kita adalah antara antara 18° C-25 °C.  Sedangkan mengenai kelembapan suatu ruang tergantung dari derajat kelembapan udara diluar dan tujuan penggunaan ruang itu sendiri. Kelembapan yang nyaman ada disekitar 40%-70%. Lazimnya pengaturan kelembaban dalam sebuah rumah tinggal tidak terlalu diperlukan, berbeda dengan bangunan yang lebih besar seperti pabrik atau perkantoran besar dimana terdapat banyak orang beraktifitas.
·        Kenyamanan Pandangan
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (5) yaitu tentang Kenyamanan Pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan didalam bangunan gudungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lain disekitarnya.
Ayat ini menjelaskan bahwa kenyamanan pandangan dapat diwujudkan melalui gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar bangunan, serta dengan memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang terbuka hijau alami atau buatan, termasuk pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar. Selain itu pemilihan warna dan material baik terhadap elemen interior seperti dinding, lantai, dan atap maupun terhadap furnitur, juga pencahayaan dapat menjadi penentu bagaimana mewujudkan pandangan yang nyaman.
·        Kenyamanan Kondisi Tingkat Getaran dan Kebisingan
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (6) yaitu tentang Kenyamanan Tingkat Getaran dan Kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleg getaran atau kebisingan yang timbul baik dari dalam gedung atau lingkungannya.
Ayat tersebut mengatur jangan sampai kebisingan atau getaran gedung tersebut mengganggu kenyamana dan kesehatan penghuni lain. Untuk ruangan dalam rumah normal, sebaiknya jangan melebihi 20-30 db. Sedangkan untuk frekuensi  getaran bangunan gedung biasanya antara 5-50 Hz. Jika frekuensi tersebut telah memasuki batas 20-30 Hz, maka getaran tersebut telah dapat didengar sebagai bunyi.

E.     PELAKSANAAN DI INDONESIA
Payung hukum dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan Lansia di Indonesia telah ditetapkan melalui perundang-undangan yang berlaku meliputi Undang Undang, Peraturan Pemerintah, sampai dengan Peraturan Daerah. Jawa Timur merupakan Provinsi pertama dan masih satu-satunya di tanah air ini sampai Peringatan HALUNA (Hari Lanjut Usia Nasional) ke 12 tahun 2008, yang telah menetapkan Peraturan Daerah bernomor 5 tahun 2007 dan Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Timur nomor 6 tahun 2008.
Aspek Legal Konstitusional Lansia Indonesia . Oleh Mohammad Adib.
Dua belas tahun peringatan Haluna (Hari Lansia Nasional) pada 29 Mei tahun ini, mengangkat kesadaran sejumlah kalangan untuk semakin memahami penjelasan yang lebih mendalam tentang sebab-musabab pentingnya peringatan Haluna ini. Dalam kenyataan hari peringatan kepada penduduk senior ini telah juga dilakukan oleh masyarakat dunia dalam the International Day of Elderly People yang diperingati pada setiap tanggal 1 bulan Oktober. Itu berarti bahwa upaya untuk mempedulikan kepada Lansia semakin menjadi kepedulian bersama, meskipun pada era millennium ketiga ini pembahasan secara khusus kepada Lansia tidak termasuk dalam agenda MDGs (Millennium Development Goals).Kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk menaruh kepedulian kepada Lansia, yaitu penduduk yang telah berumur 60 tahun ke atas, di Indonesia telah memperoleh payung hukumnya sehubungan dengan tuntutan berbagai fihak pada pertengahan tahun 1990-an. Saat itu jumlah Lansia telah mencapai jumlah 9 persen lebih dan AHH (Angka Harapan Hidup) 66 tahun, dan akan terus meningkat sejalan dengan keberhasilan pembangunan bidang kesehatan.Payung hukum sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan Lansia di Indonesia telah ditetapkan ketentuan perundangannya antara lain berupa Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Kepment, Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur.
Ø  Legal Konstitusional
Kepedulaian kepada peningkatan kesejahteraan Lansia di nusantara ini dapat ditelusuri legalitasnya melalui peraturan perundangan yang berlaku. Pertauran perundangan tersebut antara lain (i) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390); (ii) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35); (iii) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495) yang berisi antara lain tentang pelayanan kesejahteraan Lansia; (iv) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3796) yang memuat tentang hak-hak Lansia, kewajiban-peran serta masyarakat dan pemerintah; (v) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886) yang memuat antara lain tentang hak Lansia atas kesejahteraannya; (vi) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39); (vii) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4451); (viii) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang berisi tentang aksesibilitas di luar dan di dalam gedung bagi Lansia; (ix) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4587); (x) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4588); (xi) Keputusan Menteri Sosial Nomor 10 / HUK / 1998, tentang Lembaga-Lembaga Kesejahteraan Lanjut Usia; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 08 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi; (xii) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. (xiii) Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelayanan Publik di Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa TimurTahun 2005 Nomor 5 Tahun 2005 seri E).
Ø  Legal Regional
Di Provinsi Jawa Timur kepedulian kepada Lansia secara terus-menerus dilakukan sejak pertengahan 90-an melalui berbagai kajian dan pelatihan. Di Universitas Airlangga melalui PPKP (Pusat Penelitian Kependudukan dan Pembangunan) LPPM Unair penelitian dan pelatihan dilakukan kepada Lansia yang tinggal di Panti Werda pada tahun 1994; pada tahun itu pula diterbitkan instruksi Gubernur Jawa Timur untuk membentuk Karang Werda; melalui berbagai kegiatannya pula dapat mendorong eksekutif dan legislatif untuk menetapkan payung hukum yang secara legal-konstitusional mewadahi pelaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan Lansia. Melalui proses yang menelan waktu labih dari dua tahun, akhirnya pada tahun 2007 secara resmi ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur nomor 5 tahun 2007 tentang Kesejahteraan Lansia (Lembaran Daerah nomor 11 tahun 2007 seri E), yang ditindaklajuti oleh Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 6 tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Kesejahteraan Lansia. Pada tahun 2007 bulan Februari, Gubernur juga telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 188/36/KPTS/013/2007 tentang Komisi Provinsi Lanjut Usia Jawa Timur untuk masa Jabatan 2007-2010, dengan enam tugas pokok yakni: (i) mengkoordinasikan pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia; (ii) memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam menyusun Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia; (iii) merumuskan dan memprogramkan rencana kegiatan yang terkait dengan upaya pemberian kesejahteraan kepada para Lanjut Usia baik berupa fisik materiil maupun mental spiritual; (iv) melakksanakan program yang ditetapkan dengan berbedoman pada skala prioritas dan tetap mengacu kepada ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (v) mengkoordinasikan tugas-tugas keanggotaan secara terpadu dengan instansi terkait dengan bidang tugas masing-masing; (vi) melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur Jawa Timur.
Propinsi Jawa Timur menetapkan Perda 5/2007 dan Pergub 6/2008 tersebut dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa populasi penduduk di propinsi paling timur pulau Jawa ini antara lain struktur tua penduduknya telah melebihi 5 digit dari standar internasional 7 persen. Penduduk Lansia di Jawa Timur berjumlah 4 juta (11%) dari tolal penduduk 37 juta jiwa dengan Angka Harapan Hidup (AHH) 67 tahun (2004). Dari jumlah ini 80 persen tinggal di perdesaan.
Ø Legal di Tingkat Lokal dan Penguatan Kelembagaan
Perda 5/2007 ini memuat ketentuan kelembagaan dan organisasi yang diuraikan pada bab VI pasal 39. Pasal 39 ayat 1, 2, 3, dan 4 Perda ini dimuat: (i) Di Des/ Kelurahan dibentuk lembaga Karang Werda yang merupakan wadah bagi kegiatan Lansia; (ii) Karang Werda merupakan lembaga sosial kemasyarakatan mitra Pemerintah Desa atau Kelurahan dalam memberdayakan Lansia; (iii) Pengkoordinasian Karang Werda dilakukan oleh Forum Kerjasama Karang Werda yang merupakan jaringan kerjasama antar Karang Werda pada lingkup kecamatan; (iv) Pembinaan Karang Werda dilakukan oleh Gubernur, Bupati, Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Sedangkan untuk penguatan kelembagaan dan organisasi ini pada Pasal 40 ayat 1 dan 2 diatur tentang: (i) Dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial Lansia di tingkat Provinsi, dapat dibentuk Komisi Lansia Provinsi dengan Keputusan Gubernur; (ii) Komisi Lansia Provinsi pada dasarnya mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan upaya pengingkatan kesejahteraan Lansia, memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam menyusun kebijakan uapaya peningkatan kesejahteraan Lansia. Secara lebih terperinci Pergub 6/2008 Bab V Pasal 10 ayat 1-4 Tentang kelembagaan ini menegaskan bahwa (i) Gubernur membentuk Komisi Provinsi Lansia untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun; (ii) Bupati dan Walikota dalpat membentuk Komisi Kabupaten/Kota Lansia dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota; (iii) Gubernur melakukan pembinaan umum terhadap Karang Werda dan lembaga Lansia lainnya sebagai lembaga kemasyarakatan di tingkat desa dan kelurahan; dan (iv) Bupati dan Walikota melakukan pembinaan teknis terhadap Karang Werda melalui Camat dan atau Kepala Desa/Kelurahan.
Berkenaan dengan penguatan kelembagaan dan koordinasi tersebut di tingkat desa dan kelurahan telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa. Pada Pasal 89 PP 72/2005 ini dinyatakan bahwa: (1) Di Desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan; (2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa. Pada Pasal 90 PP 72/2005 ini juga dinyatakan bahwa Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Adapun Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 2005 tentang Kelurahan, pada pasal 10 dinyatakan bahwa: (1) Di Kelurahan dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan, dan (2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa masyarakat melalui musyawarah dan mufakat.
Melalui Permendagri Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, Pasal 2 ayat 1-4 ditegaskan bahwa (i) Di desa dan di kelurahan dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan; (ii) Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk atas prakarsa masyarakat yang difasilitasi Pemerintah melalui musyawarah mufakat; (iii) Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; (iv) Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
F.     PERMASALAHAN YANG TIMBUL DAN CARA MENANGGULANGINYA YANG ADA DI KALANGAN LANSIA.
Faktor resiko utama dibagi yang bisa dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan.
a. Faktor resiko utama yang tidak bisa dikendalikan diantaranya:
- Keturunan, anak yang orang tuanya menerita penyakit kardiovaskuler akan lebih besar kemungkinannya mendapatkan penyakit ini.
- Jenis kelamin, pria beresiko lebih tinggi dari wanita
- Usia, diatas 40 tahun beresiko lebih banyak terkena
b. Faktor resiko utama yang bisa dikendalikan.
-Merokok
-Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah
-Tekanan darah tinggi/hipertensi
-Pola hidup dengan aktivitas fisik rendah.
c. Faktor resiko pelengkap
- Diabetes Mellitus (kencing manis)
- Obesitas (kegemukan)
- Stres
Karena akibatnya yang fatal, maka pencegahan terhadap kejadian penyakit ini seharusnya dikedepankan. Pencegahan penyakit jantung koroner terbagi atas dua bagian besar yaitu pencegahan primer dansekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan bagi orang yang belum terkena, sedang pencegahan sekunder adalah pencegahan bagi yang sudah atau sedang terkena PJK (Penyakit Jantung Koroner).
Yang termasuk dalam pencegahan primer:
- Berhenti merokok
- Kontrol tekanan darah
- Kontrol kadar kolesterol darah
- Aktivitas fisik
- Kontrol berat badan
- Terapi hormon
Pencegahan sekunder hampir sama dengan pencegahan primer. Perbedaannya terletak pada pemeriksaan kadar lipid darah (LDL [Low Density Lipoprotein]/HDL [High Density Lipoprotein]).
·         Penyakit sistem endokrin (hormonal)
Hampir semua proses produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim, dan enzim ini dipengaruhi oleh proses menua. Manifestasi gangguan sistem endokrin diantaranya
1. Diabetes melitus (kencing manis)
Dari berbagai penelitian disepakati adanya kenaikan gula darah dengan usia, jadi toleransi glukosa menurun. Menurunnya toleransi glukosa pada usia lanjut ini berhubungan dengan berkurangnya sensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin).
Faktor risiko terjadinya diabetes yang perlu diperbaiki diantaranya hipertensi, merokok, obesitas, pola makan.
Pengelolaan diabetes dengan cara mengupayakan keadaan kadar gula darah menjadi normal, dengan cara pemberian obat-obat diabetes, suntikan insulin. Yang tidak boleh ditinggalkan adalah mengatur pola makan, dan olahraga.  
2. Hormon seks pada usia lanjut
Apabila seorang wanita mendekati masa menopause, menstruasi mulai tak teratur. Dari berbagai dampak menopause, yang diakibatkan oleh penurunan hormon estrogen, mungkin osteoporosis paling penting, disamping kelainan jantung dan pembuluh darah. Sering wanita juga merasa sakit saat melakukan hubungan intim. Penggunaan hormon estrogen pengganti dapat mengurangi keluhan yang timbul.
Pada pria, memang ada penurunan libido dan kegiatan seks yang berhubungan dengan penurunan hormon testosteron. Tetapi kapasitas reproduksi dapat bertahan sampai usia uzur.
·          Rematik
Proses menua mempengaruhi juga sistem otot dan persendian, dengan kemungkinan timbulnya penyakit rematik. Penyakit rematik yang sering menyertai usia lanjut adalah osteoartritis. Kejadian penyakit ini meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia. Rematik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita rematik. Bagaimana timbulnya rematik ini sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti.
Rematik bukan merupakan satu penyakit , tapi merupakan suatu sindrom. Rematik dapat terungkap sebagai suatu sindrom atau tanda. Ada tiga keluhan utama pada sistem otot dan sendi yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi, kelemahan otot, dan gangguan gerak.
·         Ginjal dan hipertensi pada usia lanjut.
Setelah umur 30 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan ginjal dan pada usia 60 tahun kemampuan ginjal menurun menjadi tinggal 50% dari kapasitas fungsinya pada usia 30 tahun. Ini disebabkan proses fisiologi berupa berkurangnya jumlah nefron (sel-sel pada ginjal) dan tidak ada kemampuan regenerasi.
·         Stroke
Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian karena gangguan peredaran darah otak.
Di seluruh bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi usia lanjut. Insidens pada usia 75-84 th sekitar 10 kali dari populasi 55-64 tahun. Di Inggris dan Amerika stroke merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskuler dan penyebab utama kecacatan. Dengan makin meningkatnya upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi, diabetes melitus dan gangguan lemak, insidens stroke di negara-negara maju makin menurun.
Faktor resiko terjadinya stroke diantaranya:
    • Usia
    • Hipertensi
    • Diabetes melitus
    • Hiperlipidemia
    • Berbagai kelainan jantung antara lain gangguan irama, infark miokard akut atau Karena akibat yang ditimbulkan, pencegahan menjadi sangat penting.
  • Mengubah gaya hidup
o    Hipertensi: diet, obat anti hipertensi
o    Diabetes/kencing manis: diet, OAD (Obat Anti Diabetes).
o    Penyakit jantung:diet, obat jantung.
o    Dislipidemia: diet rendah lemak
o    Berhenti merokok
o    Hindari alkohol, kegemukan, kurang gerak
o    Diet rendah asam urat
o    Atasi/hindari stres
Apabila sudah terkena stroke, peran keluarga menjadi sangat penting.
Sulit untuk meramalkan kecepatan penyembuhan pada pasien stroke, karena sangat berhubungan dengan keadaan umum saat serangan terjadi, apakah pasien sadar atau tidak sadar, derajat kelainan neurologisnya (saraf), faktor resiko, serangan pertama atau berulang. Dengan terapi yang baik, sel otak yang utuh akan mengambil alih fungsi otak yang rusak untuk aneka tugas.
Tidak kalah penting untuk pasien stroke adalah tindakan rehabilitasi agar pasien kembali percaya diri, yakin dapat melakukan aktivitas sehari-hari, belajar cara baru untuk mengatasi keterbatasannya.
·         Gejala mudah lupa
Waspadalah jika anda sering lupa nama orang orang, benda, tempat, kejadian, bahkan pada apa yang baru anda katakan. Bisa jadi itu merupakan tanda awal demensia yang bisa berlanjut menjadi alzheimer.
Demensia atau pikun bukan penyakit, melainkan gejala yang ditandai dengan turunnya daya ingat, fungsi kognitif, serta perubahan perilaku atau kepribadian. Pikun sering dianggap normal pada orang lanjut usia seiring dengan proses menuanya otak. Tetapi jika gejala itu menimpa orang setengah baya hingga menyebabkannya tergantung pada orang lain, perlu dicurigai sesuatu telah terjadi pada otaknya.
Penyakit alzheimer diawali dengan sering lupa, artikulasi tidak jelas, bicara tidak lancar, sering mengulang, salah mengerti, sulit mengikuti pembicaraan.Pada fase lanjut, alzheimer menyebabkan bicara tak teratur, kehilangan ketrampilan, misalnya tidak bisa memegang sesuatu, tak mampu berpakaian, walau tak lumpuh. Penderita mulai tak mengenal orang dan lingkungan. Seringkali kepribadiannya berubah, misalnya menjadi apatis, mudah tersinggung. Perjalanan penyakit alzheimer diawali dengan keluhan dan gejala samar pada stadium pertama sampai penderita meninggal, memerlukan waktu sekitar tujuh hingga sepuluh tahun. Namun demikian, ada yang bertahan sampai 10 tahun lebih. Alzheimer tak dapat disembuhkan hanya diperlambat keparahannya dengan memberikan vitamin E. Karena itu gejalanya perlu dideteksi secara dini agar cepat ditanggulangi.
Perlu persiapan mental keluarga untuk menghadapi akibat kemunduran yang terjadi. Kunci penanganan difokuskan pada apa yang masih bisa dilakukan dan dinikmati penderita. Dengan demikian kemunduran bisa diperlambat.
·         Proses penuaan kulit.
Proses menua pada kulit dan wajah tidak sama pada setiap orang. Ada yang mengalami lebih awal disebut premature aging, ada pula yang mengalami lebih lambat disebut awet muda.
Orang bisa mengurangi penuaan dini dengan menghambat proses penuaan yang disebabkan oleh faktor luar. Sinar matahari, suhu udara, kelembapan udara yang rendah, suhu dingin, ruangan ber-AC dan angin akan mempercepat penguapan air dari kulit. Cara perawatan kulit yang salah antara lain menggunakan kosmetika yang tidak sesuai dengan kondisi kulit, sabun yang mengandung kadar alkohol tinggi pada jenis kulit kering atau normal akan menghilangkan lemak permukaan kulit sehingga menambah kekeringan kulit.
Proses penuaan dini dapat dicegah dengan cara hidup sehat, misalnya tidak merokok dan minum-minuman keras. Kurangi juga pemakaian zat pengawet dan pewarna makanan. Perbaiki gizi yang buruk dan perbanyak konsumsi vitamin. Dan yang lebih penting, tersenyumlah terus agar otot-otot muka lebih rileks.
  • Pengeroposan tulang
Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan dan pembentukan yang berjalan bersama-sama sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling). Proses ini akan sangat cepat pada usia remaja. Apabila hasil akhir perusakan lebih besar dari pembentukan maka akan timbul osteoporosis.
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian sehingga dengan trauma minimal tulang akan patah. Penurunan massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan, atau kombinasi keduanya. Osteoporosis merupakan kelainan pada kerangka tulang manusia usia lanjut. Ini terutama terjadi pada wanita setelah haid berhenti (menopause). Tulang menjadi tipis, rapuh dan mudah patah akibat kekurangan kalsium.
Gejala osteoporosis pada usia lanjut bervariasi, beberapa tidak menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung. Nyeri dipicu oleh adanya stres (fisik), seringkali akan hilang dengan sendirinya setelah 4-6 minggu. Ada juga yang menimbulkan gejala patah tulang, turunnya tinggi badan, bungkuk punggung.
Untuk mencegah patah tulang karena osteoporosis ada beberapa faktor resiko yang dapat diatasi, dikurangi, atau dihilangkan. Faktor resiko tersebut antara lain kehilangan hormon estrogen karena menopause, atau operasi indung telur, tidak adanya kegiatan fisik selama hidup, kecelakaan (jatuh), kekurangan kalsium dalam diet, dan kehilangan kalsium dari kerangka tulang.
·         Aspek seksualitas
Aktivitas seksual tetap merupakan kebutuhan bagi lansia. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:
* Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
* Aktivitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
Meskipun aktivitas seksual tetap merupakan kebutuhan bagi lansia, berbagai hambatan baik eksternal maupun internal menyebabkan kegiatan ini tidak dapat dilakukan oleh semua lansia.
Hambatan eksternal,datang dari lingkungan, biasanya berupa pandangan sosial yang menganggap aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para lansia. Pada lansia yang berada di institusi, misalnya di panti wredha, hambatan terutama karena peraturan dan ketiadaan privasi di institusi tersebut.
Hambatan internal,dari lansianya sendiri, secara psikologis, misalnya lansia merasa sudah tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan menarik, pandangan sosial tentang seksualitas pada usia lanjut, baik yang masih mempunyai pasangan terlebih pada mereka yang sudah menjanda/menduda menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketisakmampuan fisik, yang dikenal sebagai impotensia (disfungsi ereksi). Berbagai penyakit yang sering diderita lansia dan obat-obatan yang diminumnya sering merupakan penyebab terjadinya DE.
Disfungsi ereksi dibedakan menjadi dua bagian besar:
* DE organik, akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
* DE psikologik, biasanya karena kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan, akibat rasa takut gagal dalam hubungan seksual.
Pada disfungsi ereksi, terapi yang diberikan dapat berupa:
- terapi psikologik
- Obat-obatan
- Pengobatan dengan alat vakum
- Pembedahan, baik pembedahan vaskuler atau untuk pemasangan prostesis penis.
Olahraga dan kebugaran pada usia lanjut
Pada orang lanjut usia (lansia) banyak dari organ-organ tubuh yang mulai mengalami proses degenerasi atau menua. Terjadi penurunan massa otot serta kekuatannya, laju denyut jantung maksimal, kapasitas aerobik, dan terjadinya peningkatan lemak tubuh. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa latihan dan olahraga pada lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut, bahkan latihan yang teratur dapat memperbaiki kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler
Salah satu pendapat untuk menurunkan kematian dan kecacatan para lansia adalah dengan cara meningkatkan satu tahap saja dari keadaan aktivitas sebelumnya. Jadi lansia yang sebelumnya inaktif menjadi kadang aktif, lansia yang sebelumnya kadang aktif menjadi melakukan aktivitas secara teratur, dan yang sebelumnya telah melakukan aktivitas teratur kemudian melakukan olahraga secara teratur. Untuk memberikan hasil yang maksimal, semua kegiatan olahraga harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.
Resiko yang perlu diperhatikan dari latihan atau olahraga bagi usia lanjut adalah kematian mendadak, perlukaan, dan osteoarthiritis (radang tulang dan sendi). Yang paling serius, meskipun jarang terjadi adalah kematian mendadak yang didefinisikan sebagai kematian yang terjadi selama melakukan latihan atau dalam waktu satu jam setelah selesai latihan. Resiko terjadinya kematian mendadak sangat kecil. Kebanyakan karena gangguan jantung (cardiac death), diantaranya penyakit arteri koroner yang telah diderita lama.
Perlukaan saat latihan sering terjadi pada latihan/olahraga terorganisasi, sebagai akibat latihan yang berlebihan (overuse). Yang paling sering terkena adalah sendi pergelangan kaki. Perlukaan juga lebih sering terjadi pada latihan berimpak tinggi (jogging/menari) dibanding latihan yang berimpak rendah (berjalan kaki). Data menunjukkan wanita lebih sering mendapat
Karena resiko yang ada, maka sebelum melakukan aktivitas/olahraga dianjurkan untuk melakukan berbagai evaluasi atas keadaan fisik dan kesehatan lansia, selain untuk menjaga kemungkinan komplikasi yang terjadi, juga untuk menilai berbagai jenis latihan mana yang sesuai bagi individu lansia tersebut.
·         Gizi pada usia lanjut
Lansia, seperti juga tahapan-tahapan usia yang lain dapat mengalami baik keadaan gizi lebih maupun kekurangan gizi. Terjadinya kekurangan gizi pada lansia oleh karena sebab primer maupun sekunder. Sebab-sebab yang bersifat primer meliputi ketidaktahuan, isolasi sosial, hidup seorang sendiri, baru kehilangan pasangan hidup, gangguan fisik,gangguan mental, kemiskinan. Sebab sekunder meliputi gangguan nafsu makan/selera, gangguan mengunyah,malabsorpsi,obat-obatan, peningkatan kebutuhan zat gizi serta alkoholisme.
Untuk memenuhi status gizi lansia, Departemen Kesehatan telah menyusun pedoman umum gizi seimbang bagi lansia dengan mempertimbangkan pengurangan berbagai resiko penyakit degeneratif yang dihadapi lansia. Pedoman umum tersebut meliputi:
Makanlah aneka ragam makanan
Mengkonsumsi berbagai bahan makanan secara bergantian akan menurunkan kemungkinan kekurangan gizi tertentu.
    • Makanlah sumber karbohidrat kompleks (serealia, umbi) dalam jumlah sesuai dengan anjuran. Tujuannya adalah menjamin cukup serat.
    • Batasi konsumsi lemak dan minyak secara berlebihan. Gunakan minyak nabati seperti kacang-kacangan.
    • Makanlah sumber zat besi secara cukup, bergantian antara sumber hewani dan nabati.
    • Minum air bersih, dan cukup jumlahnya.
    • Kurangi konsumsi makanan yang tinggi gula murni dan lemak.
    • Perbanyak frekuensi konsumsi hewan laut dalam menu harian. Lemak tak jenuh omega-3 yang banyak pada golongan ikan terbukti memberikan perlindungan terhadap arterosklerosis.
    • Gunakan garam beryodium, namun batasi penggunaan garam.
    • Perbanyak konsumsi sayur dan buah berwarna hijau, kuning, oranye karena banyak mengandung serat, vitamin C, provitamin A, dan vitamin E yang melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang terjadi secara dini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar